Sebelum Lengser Pj Gubernur Heru Budi Penting Tuntaskan Masalah Aset Tanah Pemprov DKI 65,94 Ha, Kasus RSSW, Tanah Cengkareng dan Formula E
EMPAT masalah tersebut yakni tentang tanah seluas 65,94 hektar di Pegadungan, Cengkareng, kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW), pengadaan lahan untuk rumah susun (rusun) di Cengkareng, dan Dugaan kasus korupsi Formula E.
Oleh : Sugiyanto (SGY)
Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (HASRAT)
Jakarta, Dekannews - Masa tugas Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono hanya tersisa lima bulan lagi dan akan berakhir pada 17 Oktober 2024. Atas hal ini, dan demi kepentingan masyarakat Jakarta, penting bagi Pj Heru untuk segera menuntaskan empat masalah Jakarta. Empat masalah tersebut yakni tentang tanah seluas 65,94 hektar di Pegadungan, Cengkareng, kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW), pengadaan lahan untuk rumah susun (rusun) di Cengkareng, dan Dugaan kasus korupsi Formula E.
Terkait hal tersebut, pada tahun 2023, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyatakan terdapat 10.931 rekomendasi yang tercantum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Daerah (IHPD) tahun 2022. IHPD tahun 2022 mencantumkan rekomendasi sejak 2005 hingga 2022. Sebanyak 9.432 rekomendasi atau 86,29 persen telah ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI. Akan tetapi, masih ada 1.215 rekomendasi atau setara dengan 11,11 persen yang belum ditindaklanjuti. Empat masalah ini kemungkinan masuk kategori rekomendasi BPK yang belum ditindaklanjuti oleh Pemprov DKI Jakarta.
Dalam rapat paripurna legislatif Jakarta di Gedung DPRD DKI, pada Senin (29/5/2023), Anggota V BPK RI Ahmadi Noor Supit menegaskan rekomendasi ini harus menjadi prioritas untuk segera ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Pemprov DKI wajib menindaklanjuti rekomendasi dan memberikan penjelasan kepada BPK soal tindak lanjut rekomendasi tersebut.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Pasal 26 ayat (2) menyebutkan bahwa setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK dapat dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan, dan/atau denda paling banyak Rp 500 juta. Pada Pasal 2 ayat (1) dalam undang-undang ini menegaskan, bahwa pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi yang terdapat dalam LHP BPK
Dalam konteks ini, penting untuk menyoroti kembali masalah-masalah tersebut. Oleh karena itu, sebelum habis masa tugasnya pada 17 Oktober 2024, Pejabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono sebaiknya menuntaskan empat masalah ini agar dapat berdampak positif bagi kemaslahatan masyarakat Jakarta.
Empat masalah tersebut adalah gambaran dari banyaknya masalah lain tentang Jakarta yang terkait dengan rekomendasi BPK. Artinya, masih banyak lagi masalah yang juga harus dituntaskan.
Solusi penyelesaian masalah Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW), pengadaan tanah di Cengkareng, dan Formula E sudah sejak lama ditunggu publik. Namun, sampai saat ini belum terdengar lagi penyelesaiannya.
Selain masalah itu, yang juga ditunggu publik adalah tentang salah satu masalah aset tanah milik Pemprov DKI Jakarta seluas 659.430 m2 ( 65,94 Ha ) yang kemungkinan sampai saat ini tidak terurus di Kelurahan Pegadungan, Kecamatan Kali Deres, Jakarta Barat.
Masalahnya muncul karena sejak Berita Acara Serah Terima (BAST) No.4918/1992 Tanggal 7 Agustus 1992 dikeluarkan, dan sampai saat ini kondisinya kemungkinan besar masih berupa rawa dan atau empang. Sedangkan, sesuai perjanjian seharusnya tanah pengganti itu harus siap pakai untuk Tempat Pemakaman Umum (TPU) dengan total tanah seluas 659.430 m2 (65,94 Ha).
Aset tanah itu telah disertifikatkan Hak Pakai (HP) atas nama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Nomor 484 Tanggal 14 Juni 1991.
Berdasarkan Rencana Induk/Master Plan Tahun 1965-1985, pada tahun 1984 dan tahun 1986 Pemprov DKI melakukan kerjasama pemamfaatan aset tanah milik pemprov DKI Jakarta. Tanah tersebut berupa areal Tempat Pemakamam Umum (TPU) di daerah Mangga Dua, Jelambar Islam dan Jelambar Budha Jakarta Barat, serta TPU Sanjaya Jakarta Selatan dengan total aset yang dikerjasamakan seluas 708.850 m2 (70,88 Ha).
Sesuai Perjanjian Kerja Sama (PKS ), pengembang berkewajiban melakukan pembangunan fisik dan peremajaan lingkungan atas aset bekas TPU yang dikerjasamakan dan melakukan pembelian tanah makam pengganti yang siap pakai seluas kurang lebih 659.430 m2 (65.94 Ha). Sebagai kompensasi atas PKS tersebut, pengembang memperoleh izin penggunaan sertifikat Hak Guna Bangunan (HBG) di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) milik pemprov DKI Jakarta selama 20 tahun, yang dapat diperpanjang dan dialihkan kepada pihak ketiga sesuai dengan peraturan per-Undang-Undangan.
Merujuk LHP BPK, PKS nya mengalami dua kali addendum, termasuk di dalamnya tentang pengunduran diri PT DP dan menyerahkan ijin prinsip pengunaan lokasi bekas TPU Jelambar Islam, Jelambar Budha di Wilayah Jakarta Barat dan TPU Sanjaya di Wilayah Jakarta Selatan kepada PT CLS.
Total jumlah aset yang dikerjasamakan itu seluas 308.856 m2 (30.88 Ha) di Kelurahan Mangga Dua Jakarta Utara, dan 399.994 m2 (39,99 Ha) yang terdiri dari 86,963 m2 di bekas TPU Jelambar Islam, dan 301,508 m2 di Jelambar Budha Jakarta Barat, serta bekas TPU Sanjaya Jakarta Selatan seluas 11.793 m2.
Pada Rekomendasi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Tahun 2014 hal 228 ditegaskan bahwa, kepada Kepala BPKAD diinstruksikan untuk meminta pertanggungjawaban PT DP supaya menyerahkan tanah pengganti seluas 659.430 m2 di Kelurahan Pagadungan yang masih berupa rawa menjadi tanah pengganti TPU dalam kondisi siap pakai sesuai perjanjian. Besar kemungkinan, rekomendasi ini termasuk 1.215 rekomendasi BPK yang masih belum dilaksanakan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Terkait dengan permasalahan tersebut saya berharap Pj Gubernur Heru Budi menanyakan kepada Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPAD) untuk melacak keberadaan aset tanah tersebut. Kemudian bila tanah belum siap pakai, maka dapat meminta pertanggungjawaban pengembang menyerahkan tanah TPU pengganti siap pakai sesuai perjanjian.