Prabowo atau Guterres: Siapa yang Bisa Tuntaskan Kasus Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, ataukah Kasus Ini Akan Terus Menggantung Hingga Akhir Zaman?

KASUS dugaan pemalsuan ijazah Jokowi ini masih terus menjadi masalah yang belum menemukan titik terang
Oleh : Sugiyanto (SGY)
Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (HASRAT)
Sungguh, saya merasa jengah dengan berlarut-larutnya isu dugaan pemalsuan ijazah seorang presiden yang seharusnya bisa diselesaikan dengan mudah, namun justru terus berlanjut tanpa ada titik terang. Kasus ini telah cukup mengganggu kewarasan publik dalam menentukan kebenaran atas informasi yang seharusnya diterima oleh masyarakat. Karena kondisi ini, saya merasa perlu menulis artikel ini untuk membahas dugaan pemalsuan ijazah sarjana kehutanan yang diduga dimiliki oleh mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kasus dugaan pemalsuan ijazah Jokowi ini masih terus menjadi masalah yang belum menemukan titik terang. Ijazah sarjana kehutanan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang melibatkan Jokowi, yang menjabat sebagai Presiden periode 2014-2019 dan 2019-2024, terus diperbincangkan sejak 2022 hingga kini. Tuduhan terkait dugaan ijazah palsu Jokowi kembali mencuat setelah ia mengakhiri masa jabatannya sebagai Presiden.
Pada awalnya, mungkin sulit dipercaya bahwa seorang Presiden terlibat dalam dugaan pemalsuan ijazah, apalagi dari UGM, salah satu universitas ternama di Indonesia. Terlebih, Jokowi juga pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dan Walikota Solo. Tentunya, dalam proses pencalonannya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melakukan verifikasi terhadap keaslian ijazah Jokowi, begitu pula ketika ia mencalonkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia.
Namun, meskipun telah ada verifikasi yang cukup ketat, dugaan pemalsuan ijazah ini tetap muncul dan bahkan dibawa ke ranah hukum. Akibatnya, penulis buku Jokowi Under Cover, Bambang Tri Mulyono, dan penceramah Sugi Nur Rahardja (Gus Nur), harus berurusan dengan hukum. Atas masalah dugaan ijazah palsu ini, mereka harus mendekam di penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan penyebaran ujaran kebencian berbasis SARA dan/atau penistaan agama. Mereka menjadi tersangka merujuk pada video yang diunggah Gus Nur di kanal YouTube-nya, Gus Nur 13 Official.
Sejak tahun 2022, UGM telah memberikan klarifikasi dan menegaskan bahwa ijazah sarjana kehutanan Jokowi adalah asli. UGM juga mengonfirmasi bahwa Jokowi masuk UGM pada tahun 1980 dan lulus pada tahun 1985. Data terkait Jokowi juga tersedia di UGM, dan Jokowi sendiri telah menjelaskan bahwa ia memiliki banyak teman kuliah dan bahkan memposting beberapa foto dirinya semasa kuliah di UGM. Semua informasi ini dapat diakses melalui mesin pencari Google, termasuk foto-foto Jokowi bersama teman-teman kuliahnya.
Kasus dugaan ijazah palsu ini semakin dipertanyakan setelah Prof. Eggi Sudjana dan rekan-rekannya mengajukan gugatan. Berdasarkan data yang ada, gugatan ini ditolak berulang kali oleh pengadilan. Penolakan terbaru terjadi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), yang menyatakan bahwa gugatan tersebut tidak diterima, seperti yang tercatat dalam perkara nomor 610/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst. Keputusan ini menegaskan bahwa ijazah Jokowi tidak terbukti palsu.
Seharusnya, dengan adanya klarifikasi dan penegasan dari UGM, serta dukungan dari teman-teman kuliah Jokowi dan foto-foto semasa kuliah, kasus ini bisa dianggap selesai. Ditambah lagi, dengan putusan pengadilan yang menolak gugatan terkait ijazah palsu Jokowi, kasus ini mestinya sudah tuntas. Namun, kenyataannya, dugaan tersebut masih terus bermunculan.
Sebagai contoh konkret, pada 10 Maret 2025, seorang mantan dosen Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar, dalam tayangan video di YouTube Balige Academy, mengungkapkan bahwa ijazah S1 Kehutanan Jokowi yang diterbitkan pada 1985 diduga palsu. Ia mengemukakan argumen terkait ijazah dan hasil skripsi Jokowi berdasarkan analisis jenis font dan sistem operasi. Video tersebut diberi judul, "IJAZAH PALSU JOKO WIDODO BERDASARKAN ANALISA JENIS FONT DAN OPERATING SYSTEM."
Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta, menanggapi tuduhan ini dengan menyesalkan pernyataan Rismon. Sigit menegaskan bahwa ijazah dan skripsi Jokowi adalah asli dan bahwa Jokowi memang kuliah di UGM, aktif dalam kegiatan mahasiswa, serta menyelesaikan skripsinya. Banyak teman seangkatan Jokowi yang juga mengenalnya dengan baik.
Menanggapi tuduhan tersebut, Jokowi dengan tenang menegaskan bahwa itu adalah fitnah yang terus diulang tanpa dasar. Ia mengingatkan bahwa UGM telah mengonfirmasi keaslian ijazahnya dan bahwa teman-temannya yang kuliah bersama di UGM juga mengetahui kebenaran ini. Jokowi juga menegaskan bahwa pihak yang menuduh harus dapat membuktikan tuduhan tersebut, bukan dirinya yang harus membuktikan sebaliknya.
Isu ini semakin berkembang dengan munculnya berbagai pihak yang diduga terlibat, termasuk Menteri Sekretaris Negara Prof. Pratikno, yang juga mantan Rektor UGM. Pratikno diyakini banyak mengetahui tentang masalah dugaan ijazah palsu tersebut, termasuk juga sering dianggap sebagai konseptor utama dalam strategi politik Jokowi. Namun, ia tidak banyak memberikan penjelasan rinci mengenai isu ini, sementara Jokowi sendiri lebih memilih tidak menghadiri persidangan dan mengandalkan pembelaan dari berbagai institusi, terutama UGM. Keanehan ini semakin memperkuat kecurigaan publik mengenai dugaan pemalsuan ijazah Jokowi.
Selain itu, muncul pula opini di media sosial (medsos) yang seakan-akan merupakan testimoni dari pihak yang diduga sebagai putri Prof. Sumitro, dosen senior UGM, yang menyatakan bahwa ayahnya diduga tidak pernah mengenal atau membimbing skripsi Jokowi. Opini tersebut juga diduga menegaskan bahwa nama dosen senior UGM ini adalah Ahmad Sumitro, bukan Ahmad Soemitro. Hal ini semakin menambah keraguan publik terhadap narasi resmi UGM dan pemerintah terkait keaslian ijazah sarjana kehutanan UGM Jokowi.
Melihat berlarut-larutnya masalah ini, saya merasa isu dugaan pemalsuan ijazah Jokowi adalah masalah yang seharusnya bisa diselesaikan dengan sangat sederhana. Yang dibutuhkan hanyalah sikap legowo dari Jokowi untuk menunjukkan ijazah asli dan bersedia untuk diverifikasi. Dengan demikian, publik akan dengan cepat mempercayainya, dan kasus ini bisa selesai dengan segera. Namun, karena sudah terlanjur berkembang, tampaknya kasus ini akan terus menggantung dan berlarut-larut tanpa ujung.
Saya berpendapat bahwa mungkin hanya sosok yang memiliki kewenangan tinggi, seperti Presiden Prabowo Subianto atau Sekjen PBB António Guterres, yang dapat menuntaskan kasus ini. Masyarakat telah terbelah menjadi dua kubu: satu yang meyakini ijazah Jokowi palsu dan satu lagi yang meyakini keasliannya. Hanya pernyataan resmi dari pemimpin yang dipercaya oleh publik yang bisa meredakan ketegangan ini dan memberikan kejelasan.
Jika tidak ada pemimpin yang dapat dipercaya oleh publik untuk turun tangan, baik pemimpin di negeri ini maupun di dunia, kemungkinan besar kasus ini akan terus bergulir tanpa kepastian. Apakah kasus dugaan ijazah palsu sarjana kehutanan UGM Jokowi ini akan terus menggantung hingga akhir zaman?
Dalam pertimbangan lain, jika kasus dugaan ijazah palsu sarjana kehutanan UGM yang melibatkan mantan Presiden Joko Widodo tidak tuntas, hal ini bisa menjadi mimpi buruk bagi bangsa ini dan dunia internasional. Khususnya bagi Indonesia, kasus ini dapat dikenang sebagai negara dengan reputasi buruk di dunia dan berpotensi tercatat dalam Guinness World Records sebagai negara yang gagal menyelesaikan masalah yang seharusnya dapat diselesaikan, yaitu dugaan ijazah palsu sarjana kehutanan UGM milik mantan Presiden Joko Widodo.
Sebagai kesimpulan dari artikel ini, saya menegaskan bahwa pentingnya kasus dugaan ijazah palsu sarjana UGM yang melibatkan mantan Presiden Jokowi segera diselesaikan. Hal ini menyangkut nama baik mantan Presiden sebagai pemimpin negeri ini, serta reputasi bangsa di mata dunia, yang memiliki lebih dari 281 juta jiwa penduduk. Semua pihak, baik masyarakat maupun negara, termasuk komunitas internasional, perlu mendorong dan mendukung agar kasus ini dapat diselesaikan secara tuntas. Pihak-pihak yang nantinya terbukti bersalah atau harus bertanggung jawab wajib dihukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.