Pergub ASN DKI Boleh Poligami: Normatif, Harus Persetujuan Istri, Izin yang Ribet, dan Hampir Mustahil Dapat Restu
TANPA adanya Pergub ini pun, ketentuan serupa sudah diatur dalam peraturan yang lebih umum. Oleh karena itu, tidak ada hal yang perlu dipersoalkan terkait kelahiran Pergub ini.
Oleh : Sugiyanto (SGY)
Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (HASRAT)
Beberapa hari terakhir, publik heboh membahas Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian untuk Aparatur Sipil Negara (ASN).Polemik pun muncul, bahkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian turut memberikan respons.
Tito mengaku belum membaca aturan yang membolehkan ASN berpoligami tersebut, namun ia berencana untuk bertemu dengan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi, di Balai Kota pada Senin, 20 Januari 2024. Tito berencana untuk bertanya langsung mengenai kebijakan poligami bagi ASN ini.
Sebagaimana diketahui, Pemprov DKI Jakarta menerbitkan Pergub Nomor 2 Tahun 2025 yang menggantikan Keputusan Gubernur Nomor 2799 Tahun 2004. Pergub ini mengatur mengenai tata cara pemberian izin perkawinan dan perceraian bagi ASN, termasuk izin berpoligami. Dalam regulasi tersebut, terdapat beberapa poin penting yang menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar ASN dapat berpoligami.
Dalam Pergub ini, terdapat delapan bab yang mencakup berbagai hal seperti pelaporan perkawinan, izin beristri lebih dari seorang (poligami), izin perceraian, tim pertimbangan, hak atas penghasilan, serta pendelegasian wewenang. Salah satu poin penting yang terdapat dalam bagian menimbang adalah bahwa aturan ini diterbitkan untuk meningkatkan efektivitas dan ketertiban administrasi, menggantikan Keputusan Gubernur sebelumnya.
Setelah saya pelajari lebih dalam, saya menyimpulkan bahwa Pergub Nomor 2 Tahun 2025 adalah regulasi normatif yang sebenarnya sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Tanpa adanya Pergub ini pun, ketentuan serupa sudah diatur dalam peraturan yang lebih umum. Oleh karena itu, tidak ada hal yang perlu dipersoalkan terkait kelahiran Pergub ini.
Namun, tujuan diterbitkannya Pergub ini oleh Pj Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi, adalah untuk menjelaskan bahwa persyaratan mendapatkan izin berpoligami bagi ASN semakin diperketat. Proses pengajuannya terbilang sangat rumit dan hampir mustahil untuk mendapatkan restu, baik dari istri maupun atasan.
Sebagai penegasan bahwa izin ini sangat sulit diperoleh, mari kita lihat beberapa ketentuan dalam BAB III mengenai izin beristri lebih dari seorang:
Pasal 4 mengatur bahwa pegawai ASN pria yang akan beristri lebih dari seorang wajib memperoleh izin dari pejabat yang berwenang sebelum melangsungkan perkawinan. Apabila tidak melakukan kewajiban tersebut, ASN dapat dikenakan hukuman disiplin berat sesuai ketentuan perundang-undangan.
Pasal 5 menjelaskan lebih lanjut mengenai syarat-syarat pemberian izin poligami. Izin berpoligami hanya dapat diberikan apabila memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: alasan yang mendasari perkawinan, persetujuan tertulis dari istri atau para istri, penghasilan yang cukup untuk membiayai keluarga, serta kemampuan untuk berlaku adil terhadap istri dan anak-anak. Selain itu, izin poligami juga harus dilengkapi dengan putusan pengadilan yang sah.
Namun, izin ini tidak dapat diberikan apabila bertentangan dengan ajaran agama yang dianut ASN, tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, atau jika alasan yang dikemukakan tidak masuk akal atau mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Pergub Nomor 2 Tahun 2025 ini bersifat normatif dan memberikan penegasan bahwa proses izin poligami bagi ASN sangatlah ketat dan sulit untuk dipenuhi. Pergub ini bukanlah untuk mendorong poligami, melainkan untuk menetapkan aturan yang lebih jelas dan ketat mengenai pemberian izin tersebut. Oleh karena itu, tidak perlu lagi ada perdebatan lebih lanjut mengenai hal ini.