Penegakan Hukum Tidak Boleh Dipengaruhi oleh Opini Publik dalam Dugaan Korupsi Bansos Covid-19 di DKI Jakarta Pada Tahun 2020

Ketua Masyarakat Pemerhati Jakarta Baru (Katar), Sugiyanto (SGY)-Emik

Penegakan Hukum Tidak Boleh Dipengaruhi oleh Opini Publik dalam Dugaan Korupsi Bansos Covid-19 di DKI Jakarta Pada Tahun 2020

 

 

Penyidikan dan penyelidikan perkara pidana harus dilandasi alat bukti yang kuat sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), serta tidak boleh tunduk pada tekanan politik atau wacana media.

 

Belakangan ini, publik kembali dikejutkan oleh mencuatnya isu dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) COVID-19 tahun 2020 di DKI Jakarta. Masalah ini terkait dengan distribusi bansos senilai Rp2,85 triliun yang dikelola oleh Perumda Pasar Jaya berdasarkan penugasan resmi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 

 

Terkait dugaan korupsi bansos tersebut, sejumlah pihak kembali mengaitkan nama Arief Nasrudin—mantan Direktur Utama Perumda Pasar Jaya yang kini menjabat sebagai Direktur Utama PAM Jaya—dengan dugaan penyimpangan anggaran bantuan sosial DKI Jakarta sebesar Rp2,85 triliun. Mereka mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia untuk mengusut tuntas dugaan korupsi tersebut.

 

Selain itu, mereka juga meminta Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, agar segera mencopot Arief Nasrudin termasuk pejabat-pejabat lainnya yang diduga terlibat dan hingga kini masih menduduki jabatan strategis baik di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) maupun di dinas-dinas terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

 

Terkait hal tersebut, pada Senin, 1 Juli 2025, saya menulis artikel berjudul “Diduga Ada Upaya Hambat IPO dan Target 100% Layanan Air Bersih PAM Jaya: Eks Dirut Pasar Jaya Arief Nasrudin Kembali Diseret Isu Lama Bansos Covid-19.” Dalam artikel tersebut, saya mengungkapkan dugaan adanya upaya tertentu di balik munculnya kembali isu lama yang tidak disertai dasar argumentasi maupun bukti yang kuat.

 

Sementara itu, Ketua Umum Poros Rawamangun, Rudy Darmawanto, menyampaikan pandangan berbeda. Ia menyebut bahwa pemberitaan terkait dugaan korupsi bansos tersebut adalah tuduhan tidak berdasar, manipulatif, dan dapat menyesatkan publik. 

 

Rudy menyatakan bahwa distribusi bansos saat itu dilakukan secara transparan dan diawasi oleh banyak lembaga, termasuk DPRD DKI Jakarta, BPK, BPKP, KPK, dan Kejaksaan. Ia menyebutkan bahwa laporan pertanggungjawaban penggunaan dana bansos telah dinyatakan sesuai prosedur dan tidak ditemukan pelanggaran oleh lembaga-lembaga pengawas tersebut.

 

Rudy menduga bahwa narasi korupsi yang dimunculkan belakangan ini merupakan bentuk upaya pembentukan opini publik negatif yang bertujuan menjatuhkan integritas tokoh tertentu, khususnya Arief Nasrudin. Ia bahkan menyatakan akan melaporkan pihak-pihak yang menyebarkan tuduhan tersebut ke kepolisian dengan dugaan pelanggaran Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terkait penyebaran berita bohong yang menyesatkan.

 

Di sisi lain, saya menilai bahwa isu yang kembali digulirkan ini berpotensi berdampak negatif terhadap agenda besar PAM Jaya. Saat ini, PAM Jaya sedang menjalani transformasi kelembagaan dari Perumda menjadi Perseroda, serta merencanakan pelaksanaan Initial Public Offering (IPO). Selain itu, PAM Jaya juga tengah mengimplementasikan program utama, yaitu mencapai target 100% akses air bersih bagi warga Jakarta pada tahun 2029.

 

Di bawah kepemimpinan Arief Nasrudin, PAM Jaya dinilai sedang menjalankan reformasi struktural, tata kelola, dan kolaborasi strategis untuk memperkuat pelayanan publik.

 

Namun demikian, kritik tetap muncul dari salah satu Ketua Umum atau Ketum LSM atau Kelompok tertentu. Dalam pernyataannya Ketum LSM tersebut menegaskan bahwa agenda IPO tidak boleh menjadi alasan untuk menutupi proses hukum yang belum tuntas. Ia menilai bahwa integritas pejabat publik harus menjadi fondasi utama dalam transformasi kelembagaan dan pembangunan pelayanan dasar, bukan sekadar narasi pencapaian.

 

Ketua umum LSM tersebut juga mengingatkan KPK agar menindaklanjuti laporan masyarakat dan hasil audit atas program bansos DKI 2020 dengan serius dan profesional. Menurutnya, lambannya penanganan kasus justru merusak kepercayaan publik terhadap komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi. Ia menegaskan bahwa publik tidak hanya membutuhkan pembangunan infrastruktur dan layanan, tetapi juga transparansi serta kepastian dalam proses hukum.

 

Sebagai penyeimbang terhadap argumen Ketua Umum LSM tersebut, saya perlu menegaskan bahwa dalam konteks saat ini, patut diduga bahwa tuduhan korupsi Bansos Covid-19 yang kembali diarahkan kepada Arief Nasrudin tidak disertai dengan bukti yang kuat. Oleh karena itu, publik perlu mencermati kemungkinan bahwa isu ini sengaja dimunculkan untuk menghambat agenda besar PAM Jaya, yaitu Initial Public Offering (IPO) dan pencapaian target 100% layanan air bersih bagi warga Jakarta pada tahun 2029. 

 

Artinya, tidak menutup kemungkinan bahwa kemunculan kembali tuduhan tersebut dilatarbelakangi oleh sentimen pribadi atau kepentingan kelompok tertentu. Selain itu, bisa saja terdapat motif dendam pribadi, atau bahkan upaya politis untuk melemahkan kepemimpinan Arief Nasrudin yang saat ini tengah memimpin BUMD milik Pemprov DKI Jakarta, yakni PAM Jaya.

 

Argumen tersebut cukup logis dan layak dipertimbangkan, mengingat saat ini Direktur Utama PAM Jaya, Arief Nasrudin, tengah fokus menjalankan mandat Gubernur DKI Jakarta untuk mempercepat transformasi layanan air bersih di ibu kota. Agenda strategis seperti rencana IPO serta target ambisius untuk memastikan akses air bersih bagi seluruh warga Jakarta pada tahun 2029 menjadi prioritas utama dalam kepemimpinannya.

 

Dalam konteks ini, penting untuk menegaskan bahwa aparat penegak hukum tidak boleh bekerja berdasarkan tekanan opini publik semata, melainkan tetap berpegang pada prinsip-prinsip hukum, asas praduga tak bersalah, serta bukti yang sah secara hukum. Penyidikan dan penyelidikan perkara pidana harus dilandasi alat bukti yang kuat sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), serta tidak boleh tunduk pada tekanan politik atau wacana media.

 

Apabila terdapat pihak-pihak yang mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, atau Kepolisian untuk melakukan penegakan hukum, maka mereka harus didukung oleh data dan bukti yang kuat, bukan sekadar berdasarkan opini belaka. Jika tidak terdapat bukti yang memadai, maka proses penyelidikan kemungkinan besar akan dihentikan oleh aparat penegak hukum. Sebaliknya, jika masih terdapat indikasi pelanggaran yang didukung oleh bukti yang cukup, maka proses hukum akan terus dilanjutkan demi tegaknya keadilan dan kepastian hukum.

 

Masyarakat perlu bersikap bijak dalam menyikapi informasi yang beredar. Setiap pihak yang menyampaikan pernyataan kepada publik seyogianya bertanggung jawab secara hukum dan etika. Penting untuk mengedepankan data yang akurat serta menghindari penggiringan opini berdasarkan asumsi, sentimen pribadi, sentimen golongan, atau kepentingan tertentu.

 

Dalam konteks ini, saya meyakini bahwa Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, akan bersikap profesional dan proporsional dalam menanggapi polemik yang terjadi. Sebagai kepala daerah, ia memikul tanggung jawab besar untuk menjaga tata kelola pemerintahan yang bersih, akuntabel, serta bebas dari konflik kepentingan.

 

Penegakan hukum yang adil dan objektif merupakan syarat mutlak dalam membangun kepercayaan publik. Tidak boleh ada intervensi politik maupun manipulasi informasi dalam proses hukum. Saya juga percaya bahwa aparat penegak hukum akan menjunjung tinggi supremasi hukum, bukan tunduk pada tekanan publik atau sekadar mengikuti persepsi yang berkembang.

The End.