Kualitas Udara Di Jakarta Terburuk Kedua Di Dunia, DPRD DKI Nilai Akibat Mobilitas Masyarakat Meningkat
Jakarta, Dekannews - Kualitas udara di Jakarta menjadi yang terburuk kedua di dunia pagi ini, Kamis (16/6). Hal itu merupakan data kualitas udara dari situs IQAir.
Anggota Komisi E DPRD DKI Abdul Aziz memperkirakan buruknya kualitas udara di Jakarta diakibatkan mulai meningkatnya mobilitas masyarakat setelah Pandemi Covid-19 mereda.
"Kenapa tidak baik, sebelumnya masyarakat terus berada di rumah, setelah kasus Covid-19 mulai membaik, kegiatan mulai dibuka. Aktivitas mulai meningkat, volume kendaraan mulai banyak sehingga berdampak kualitas udara lebih buruk dari sebelumnya," kata Abdul Aziz saat dihubungi, Kamis (17/6).
Selain itu Abdul Aziz menilai, pencemaran udara mulai terjadi seiring mulai menggeliatnya perekonomian membuat pabrik-pabrik Mulai beroperasi normal kembali. Kata dia, asap pabrik juga menjadi salah satu penyumbang polusi udara terbesar selain kendaraan.
"Jadi wajar saja kalau Jakarta punya kualitas udara tidak bagus karena dari sisi jumlah penduduk cukup besar dibanding wilayah lain. Di tambah lagi sudah mulai normalnya pabrik-pabrik beroperasi lantaran Kasus Covid-19 mulai terkendali," ungkapnya.
Meski demikian politisi PKS Tersebut, mengutarakan, sejauh ini upaya Pemprov DKI sudah maksimal dalam mengendalikan kualitas udara. Salah satunya dengan menerbitkan aturan ketat dalam mengendalikan pencemaran udara seperti larangan merokok di tempat umum dan wajib uji emisi bagi kendaraan bermotor.
"Memang harus ada langkah antisipasi. Pemda pun sudah mengeluarkan aturan ketat terkait larangan merokok di tempat umum. Saat ini sudah jarang terlihat warga merokok sembarang. Kemudian upaya lain pengadaan bus listrik untuk transportasi umum. Pencegahan lain juga dilakukan dengan memperbanyak penanaman pohon di sejumlah wilayah padat penduduk," bener dia.
Upaya tersebut, Abdul Aziz melanjutkan, juga harus bersinergi dengan pemerintah pusat dan didukung masyarakat. Kesadaran masyarakat juga memegang peranan penting untuk mencwgah pencemaran udara semakin berkelanjutan.
"Harus ada upaya antisipasi secara nasional. Kebijakan tingkat pusat pun bisa mendukung, misalnya dengan mengurangi penggunaan BBM, energi listrik PLN masih batu bara juga harus dirubah. Jadi Jakarta tidak bisa meningkatkan kualitas udara tanpa adanya dukungan dari daerah lain karena pabrik-pabrik justru berada di daerah penyangga seperti Bogor dan Bekasi. Sebab, pencemaran udara di daerah lain pun akan berimbas juga ke Jakarta," pungkasnya.
Sebagai informasi, dari situs IQAir, kualitas udara di Jakarta di angka 152 yang dikategorikan unhealthy atau tidak sehat. Adapun kategori kualitas udara tidak sehat yakni 150-200. "Konsentrasi PM2.5 di Jakarta saat ini 11,4 kali nilai pedoman kualitas udara tahunan WHO," tulis IQAir yang dikutip, Kamis (16/6). (Zat)