Mengapa Anies dan DPRD DKI Jakarta Penting Diperiksa KPK?

Ilustrasi Tikus (Koruptor) Penggerogotan APBD DKI Jakarta- (Foto-Ist)

Pemeriksaan terhadap gubernur Anies Bawesdan  dan DPRD DKI Jakarta oleh KPK menjadi sangat penting bila hal ini dikaitkan dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 ayat(1) KUHP.

Oleh : Sugiyanto
Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar).

 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  telah menetapkan Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Umum Daerah (Perumda/PD) Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan dan tiga pihak lainnya sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi pengadaan lahan.

Berdasarkan pemberitaan media online dketahui bahwa, dari sembilan objek pembelian tanah terindikasi merugikan keuangan negara sekitar Rp.1 trilium. Salah satunya diduga merugikan negara sebesar 100 milyar, yaitu untuk pembelian tanah seluas 41.921 meter persegi (m2) yang berada di kawasan Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.

Atas dugaan kasus korupsi ini, masyarakat menginginkan agar KPK dapat membongkar tuntas sampai ke akar-akarnya. Sebab diduga pelakunya melibatkan banyak pihak termasuk oknum pejabat dan  anggota DPRD DKI Jakarta. Selain itu melalui kasus ini diharapkan KPK dapat menjadikannya sebagai pintu masuk untuk membongkar dugaan kasus-kasus lainnya.

Sebagaimana kita ketahui kasus-kasus pengadaan tanah di pemprov DKI Jakarta seperti, kasus Sumber Waras, Cengkareng, diduga  terjadi penyimpangan dan merugikan keuangan negara. Namun sampai saat ini belum ada pelakunya yang ditetapkan sebagai tersangka oleh penegak hukum. 

Lalu pertanyaanya, apakah  KPK akan mengungkap kasus dugaan korupsi Dirut PD Pembangunan Sarana Jaya Yorry Corneles Pinontoan hingga tuntas, dan bagaimana caranya?

Untuk menjawab pertayaan ini kita dapat melihat proses penyusunan anggaran pengadaan lahan pada PD Pembangunan Sarana Jaya!

Sebagai gubernur,  Anies bersama-sama dengan DPRD DKI Jakarta melalui Badan Anggaran (Banggar) dan Sekretaris Daerah (Sekda ) pemprov DKI Jakarta menyusun anggaran untuk disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda)  Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD). Pada kontek ini mereka Mengetahui dan bertanggungjawab atas kebenaran tentang perda APBD DKI Jakarta tersebut.

Untuk alokasi anggaran pengadaan lahan pada PD Pembangunan Sarana Jaya disetujui melalui proses pengesahan perda APBD, yaitu untuk penambahan penyertaan modal daerah (PMD). Dengan demikin maka boleh jadi kunci jawaban yang dibutuhkan KPK untuk membongkar kasus ini ada pada gubernur Anies Bawesdan dan DPRD DKI Jakarta. 

Oleh karenanya KPK bisa memulai dengan memeriksa gubernur Anies Bawesdan dan pimpinan DPRD DKI Jakarta tentang kebijakan-kebijakan pemprov DKI dan persetujuan Dewan terhadap pengalokasian anggaran PMD yang secara akumulatif jumlahnya diperkirakan mencapai triliuan rupiah.

Proses pemeriksaan dapat berlanjut pada anggota Banggar DPRD dan Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta serta pejabat terkait lainnya. Bila diperlukan, pemeriksaan oleh KPK juga dapat berlanjut  kepada  anggota Tim Gunernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP). 

Bila KPK melakukan proses pemeriksaan tersebut, maka diharapkan keinginan masyarakat agar tikus- tikus (koruptor) yang selama ini menggerogoti APBD Jakarta bisa diberantas hingga tuntas. Khusunya para koruptor pada kasus dugaan korupsi pengadaan lahan PD Pembangunan Sarana Jaya.

Untuk kepentingan penigkatan kinerja PD Pembangunan Sarana Jaya, maka pada tahun  2018 gubernur Anies Bawesdan merombak jajaran  Direksi dan Dewan Pengawas. Diantaranya mengakat Bima Priyo Santoso yang merupakan mantan Wakil Rektor dibidang admintrasi, oprasional dan keuangan di Paramadina Universitas tahun 2005-2017 yang ketika itu  Anies menjabat sebagai rektor disana pada tahun 2007. 

PD Pembangunan Sarana Jaya sendiri adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik pemprov DKI Jakarta yang kepengurusannya terdiri dari gubernur sebagai Kuasa Pemilik Modal (KPM), Dewan Pengawas, dan Direksi. 

Oleh karenanya, maka bila dugan kasus-kasus korupsi  Dirut PD Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan terbukti dan berakibat dapat membuat PD Pembanguanan Sarana Jaya rugi, maka sebagai KPM, gubernur Anies Rasyid Bawesdan juga akan terseret ikut bertanggungjawab atas hal kerugian  tersebut.

Jadi khusus untuk gubernur Anies Bawesdan, pemeriksaan oleh KPK selain bisa membatu  membongkar dugaan kasus-kasus pengadaan lahan, juga menjadi penting bagi gubernur Anies sendiri, yakni sebagai jalan untuk bisa lepas dari tanggungjawab bila nantinya PD Pembangunan Sarana Jaya mengalami kerugian akibat dari dugaan kasus korupsi tersebut. 

Caranya melalui proses pemeriksaan oleh KPK dan membuktikan bahwa gunernur Anies tidak terlibat dalam dugaan kasus-kasus korupsi pengadaan tanah oleh PD Pembagunan Sarana Jaya.

Ketentuan aturan tentang KPM tidak bertanggungjawab atas kerugian BUMD dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2017 Tentang Badan Usaha Milik Daerah, yaitu pada Pasal 31 hurup (a), (b), dan (c). Diantaranya disebutkan bahwa KPM harus bisa membuktikan tidak terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perusahaan umum daerah.

Pemeriksaan terhadap gubernur Anies Bawesdan  dan DPRD DKI Jakarta oleh KPK menjadi sangat penting bila hal ini dikaitkan dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 ayat(1) KUHP.

Dalam aturan tersebut ditegaskan bahwa siapapun dapat menjadi tersangka meskipun bukan pelaku tindak pidana korupsi sepanjang berbuatannya terbukti memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

The End.