Respon Komisaris TransJakarta Johan Budi soal Kabar Pimpinan Latih Padel di Bali Punya Makna Dalam: Direksi dan Humas Perlu Segera Angkat Bicara

TRANSJAKARTA terikat pada prinsip akuntabilitas, transparansi, dan keterbukaan informasi kepada publik.
Oleh : Sugiyanto (SGY)
Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (HASRAT)
Pada Selasa, 2 September 2025 saya menulis artikel berjudul “Bos TransJakarta Dikabarkan Latihan Padel di Bali Saat Halte Dirusak Massa, Citra Gubernur Pramono Jadi Sorotan dan Potensi Pemecatan Mencuat.” Tulisan tersebut merujuk pemberitaan media daring RMOL yang tayang pada hari yang sama dengan judul “Pimpinan TransJakarta Latihan Padel di Bali Saat Halte Dirusak Massa,” ditulis oleh Ahmad Alfuan pukul 13.26 WIB.
Sehari kemudian, Rabu 3 September 2025, RMOL kembali mengangkat isu serupa dengan judul “Ini Respons Johan Budi soal Pimpinan TransJakarta Latihan Padel di Bali Saat Halte Dibakar,” dilaporkan oleh Widodo Bogiarto pada pukul 12.29 WIB.
Dalam pemberitaan tersebut, Komisaris PT Transportasi Jakarta (TransJakarta) Johan Budi menolak menanggapi kabar bahwa Direksi dan jajaran manajemen TransJakarta berangkat ke Bali untuk mengikuti latihan padel di tengah kerusuhan yang merusak sekitar 22 halte TransJakarta, baik BRT maupun non-BRT, yang dilakukan kelompok tidak dikenal saat demonstrasi pekan lalu.
Johan Budi menyampaikan, “Kalau soal berita ke Direksi atau Humas TransJakarta aja konfirmasinya,” melalui pesan WhatsApp kepada RMOL, Rabu 3 September 2025.
Pernyataan Johan Budi ini mengandung makna penting. Sebagai Komisaris Utama, ia memilih untuk tidak memberikan komentar langsung dan justru mengarahkan agar konfirmasi terkait isu tersebut ditujukan kepada Direksi atau Humas TransJakarta. Dengan demikian, tanggung jawab untuk memberikan penjelasan resmi berada pada jajaran manajemen aktif.
TransJakarta merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI Jakarta (99,70%); dan BUMD PT Jakarta Propertindo (0,30%). Meskipun aset BUMD dipisahkan dari keuangan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta sesuai prinsip badan hukum perseroan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pada hakikatnya kekayaan BUMD tetap merupakan bagian dari kekayaan daerah.
Selain itu, pengaturan lebih rinci mengenai BUMD juga tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah, yang menegaskan bahwa BUMD adalah perusahaan daerah yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh pemerintah daerah melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan.
Dengan dasar hukum tersebut, TransJakarta terikat pada prinsip akuntabilitas, transparansi, dan keterbukaan informasi kepada publik. Hal ini sejalan dengan semangat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang mewajibkan badan publik, termasuk BUMD, untuk menyampaikan informasi secara benar, akurat, dan tidak menyesatkan.
Dasar hukumnya jelas: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) mewajibkan badan publik, termasuk BUMD, untuk memberikan informasi yang benar, akurat, dan tidak menyesatkan kepada masyarakat. Informasi mengenai aktivitas direksi yang berhubungan dengan kepentingan publik, khususnya saat terjadi kerusuhan yang mengakibatkan kerusakan fasilitas umum, termasuk dalam kategori informasi yang harus disampaikan secara terbuka.
Oleh karena itu, Direksi dan Humas TransJakarta memiliki kewajiban menjawab pertanyaan media maupun masyarakat terkait isu ini. Apabila benar terdapat keberangkatan Direksi ke Bali untuk latihan padel pada saat situasi Jakarta sedang genting, maka fakta tersebut harus disampaikan secara apa adanya beserta alasan yang logis. Sebaliknya, apabila isu tersebut tidak benar, klarifikasi resmi juga wajib segera diberikan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di tengah publik.
Mengabaikan kewajiban ini berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum. Masyarakat dapat mengajukan permintaan informasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan apabila permintaan tersebut tidak dijawab, maka dapat dilanjutkan ke sengketa informasi publik di Komisi Informasi. Kondisi seperti ini tentu akan merugikan citra TransJakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, serta Gubernur sebagai pemegang kendali BUMD.
Keterbukaan informasi bukan sekadar persoalan etika, melainkan kewajiban hukum yang tidak bisa ditawar. Transparansi merupakan pondasi utama untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
Pada akhirnya, apabila benar Direksi TransJakarta dan jajaran lainnya melakukan perjalanan ke Bali untuk latihan padel, maka keputusan untuk menindaklanjuti atau memberikan sanksi atas peristiwa tersebut sepenuhnya berada di tangan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo. Tentu segala kebijakan yang akan ditempuh Gubernur Pramono akan selalu berdasarkan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Harapannya, semua pihak dapat memahami tugas dan tanggung jawab masing-masing. TransJakarta sebagai BUMD, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai pemegang saham, serta masyarakat sebagai penerima manfaat layanan harus saling mendukung demi kemajuan Jakarta dan kesejahteraan rakyatnya.