Bos TransJakarta Dikabarkan Latihan Padel di Bali Saat Halte Dirusak Massa, Citra Gubernur Pramono Jadi Sorotan dan Potensi Pemecatan Mencuat

Foto-IST-Sugiyanto (SGY)-Emik

DIREKSI TransJakarta sebaiknya segera memberikan penjelasan terbuka, lengkap dengan alasan yang logis, agar publik memperoleh kepastian

Oleh : Sugiyanto (SGY)
Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (HASRAT)

Hari ini, Selasa, 2 September 2025, saya tersentak membaca sebuah berita yang diposting seorang wartawan senior di media daring RMOL. Judulnya cukup mencolok: “Pimpinan TransJakarta Latihan Padel di Bali Saat Halte Dirusak Massa.” Berita tersebut ditulis Ahmad Alfian pada pukul 13.26 WIB.

Isi laporan itu menegaskan bahwa sejumlah Direksi dan jajaran manajemen TransJakarta justru berangkat ke Bali untuk mengikuti latihan padel. Ironisnya, keberangkatan tersebut terjadi di tengah kerusuhan yang mengakibatkan perusakan fasilitas umum, termasuk halte-halte TransJakarta di Jakarta. RMOL menyebut ada sekitar 70 orang yang ikut serta dalam kegiatan tersebut, sejak pagi hingga malam hari.

Nama-nama yang disebut hadir antara lain Direktur Utama TransJakarta Welfizon Yuza, Direktur Keuangan, SDM, dan Umum Mayangsari Dian Irwantari, Kepala Divisi Komersial Yunki Syailendra, Kepala Divisi Swakelola Bayu Purbo, Direktur Operasional dan Keselamatan Daud Joseph, serta Kepala Divisi Pelayanan Era. RMOL juga telah mencoba meminta konfirmasi dari pihak terkait melalui pesan elektronik, namun tidak mendapat tanggapan. Meski demikian, Kepala Departemen Humas dan CSR TransJakarta, Ayu Wardhani, menghubungi RMOL tak lama setelah permintaan klarifikasi dikirimkan. Ia meminta agar pernyataannya tidak dikutip dalam pemberitaan.

Lebih lanjut, RMOL melaporkan bahwa Board of Directors (BOD) TransJakarta sudah kembali ke Jakarta dan berada di kantor pusat di Cawang pada Jumat malam, 29 Agustus 2025. Namun artikel baru dipublikasikan pada Selasa siang ini, setelah situasi dianggap kondusif.

Belum ada pernyataan resmi dari Direksi TransJakarta terkait kebenaran informasi ini. Namun, jika benar adanya, hal tersebut sangat memprihatinkan. TransJakarta adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang asetnya bersumber dari kekayaan daerah yang dipisahkan. Secara substansi, BUMD tetap merupakan bagian dari aset negara atau milik pemerintah daerah. Oleh karena itu, setiap tindakan direksi wajib memperhatikan prinsip akuntabilitas, efisiensi, serta kepentingan masyarakat pengguna layanan.

Keberangkatan puluhan pejabat TransJakarta untuk kegiatan yang terkesan bersifat rekreasional di tengah kondisi krisis jelas dapat dinilai sebagai tindakan yang tidak pantas, bahkan berpotensi menghamburkan biaya. Apalagi masyarakat Jakarta sedang menghadapi berbagai kesulitan, termasuk kondisi ekonomi yang berat, ditambah kerusakan fasilitas umum akibat aksi massa.

Dampak politis dari isu ini juga tidak bisa diabaikan. Jika benar, maka citra positif Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung akan ikut tercoreng. Terlebih, Gubernur sendiri sebelumnya telah mengumumkan bahwa sekitar 22 halte TransJakarta, baik BRT maupun non-BRT, dirusak oleh kelompok tak dikenal saat demonstrasi pekan lalu. Ketika pemimpin daerah sedang berupaya menenangkan publik, justru direksi BUMD terlihat melakukan kegiatan di luar kepentingan mendesak perusahaan.

Masyarakat Jakarta tentu dapat merasa kecewa dan marah. Mereka bisa saja menuntut Gubernur untuk menjatuhkan sanksi tegas terhadap para direksi. Menurut prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), pejabat publik maupun pimpinan BUMD harus siap menerima evaluasi kinerja, termasuk kemungkinan diberhentikan dari jabatan apabila terbukti melakukan kelalaian serius atau tindakan yang merugikan kepentingan masyarakat.

Namun demikian, jika informasi keberangkatan latihan padel di Bali ternyata tidak benar, maka publik perlu segera mengetahui klarifikasi resmi dari pihak TransJakarta. Transparansi menjadi kunci agar tidak timbul kesalahpahaman yang berlarut-larut dan agar nama baik Gubernur DKI Jakarta tidak tercoreng oleh isu yang tidak berdasar.

Oleh karena itu, Direksi TransJakarta sebaiknya segera memberikan penjelasan terbuka, lengkap dengan alasan yang logis, agar publik memperoleh kepastian. Keputusan akhir mengenai sanksi, baik berupa pemberhentian maupun bentuk lainnya, sepenuhnya berada di tangan Gubernur DKI Jakarta sesuai kewenangan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan BUMD.