Idealnya Dari ASN Internal, Tom Pasaribu : Sekda DKI Harus Pahami Cara Implementasikan Kebijakan Gubernur

Dekannews - Pakar Hukum Tata Negara, Tom Pasaribu, menyampaikan pandangannya terkait wacana pergantian Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta yang belakangan menjadi perbincangan hangat di kalangan birokrasi dan politik.
Tom menegaskan bahwa posisi Sekda DKI bukan hanya jabatan struktural, tetapi menjadi ujung tombak utama dalam penerjemahan dan penuntasan kebijakan gubernur.
Oleh sebab itu, Tom menegaskan, figur Sekda DKI harus diisi oleh sosok yang benar-benar memahami arah dan kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung. Sebab, kebijakan gubernur berdampak langsung pada masyarakat.
“Kata kuncinya, sekda itu adalah yang bisa menangkap dan mengerti tentang kebijakan-kebijakan gubernur. Artinya sekda itu harus betul-betul memahami kebijakan gubernur, itu dulu yang utama. Karena keputusan gubernur adalah kebijakannya untuk kepentingan rakyat,” ujar Tom di Jakarta, Senin (14/10).
Tom mengingatkan bahwa rekam jejak karier birokrasi serta pengalaman internal di lingkungan ASN DKI menjadi aspek penting yang harus diprioritaskan dalam penunjukan sekda. Menurutnya, saat ini birokrasi DKI sedang menghadapi tantangan internal akibat terkotak-kotaknya aparatur sipil negara (ASN).
“ASN DKI ini sudah gak sejalan. Jadi batinnya sudah tidak klop dengan ASN-nya sendiri. Siapapun sekdanya nanti, harus memahami ASN DKI Jakarta dan bisa bekerja baik di internal maupun eksternal. Sekda itu yang menuntaskan kebijakan gubernur, termasuk saat bersinggungan dengan pemerintahan pusat atau DPR,” tegasnya.
Tom juga mengingatkan pentingnya figur Sekda yang mampu menjembatani komunikasi antara eksekutif dan legislatif, khususnya DPRD DKI Jakarta.
“Sekda itu harus bisa bekerja sama dengan pimpinan dewan, menjembatani kalau ada miss komunikasi antara DPRD dengan gubernur. Itu penting sekali, karena posisi sekda adalah kunci penyambung kebijakan dan pelaksanaannya di lapangan,” imbuh Tom.
Ia menambahkan, posisi Sekda DKI harus tetap mengedepankan profesionalitas dan integritas ASN. Jika masih ada ASN internal DKI yang memenuhi syarat, maka mereka patut diberi peluang terlebih dahulu sebelum membuka opsi open bidding atau mengambil dari luar.
“Selama ini kan tidak langsung open bidding. Seolah-olah pejabat DKI tidak ada yang pintar. Padahal banyak yang jago. Dulu saja sebelum 2012, banyak pejabat DKI yang diambil ke dirjen-dirjen lain bahkan ke Mendagri. Jadi jangan dibalik, kasih kesempatan dulu,” jelasnya.
Tom menekankan bahwa pemilihan Sekda bukan soal usia atau kedekatan politik, tetapi soal pengalaman, kepangkatan, dan kapasitas untuk menjadi mitra strategis gubernur dan penggerak roda pemerintahan daerah.
“Jangan lagi dipaksa, yang muda ini gak bisa begitu. Harus dilihat posisi, pangkat, pengalaman. Sekda itu harus bisa langsung menjalankan kebijakan tanpa harus disuruh. Pahami kebatinan gubernur, jalankan sistem sesuai peraturan. Udah itu aja rumusnya, selesai,”
Tom juga menyoroti soal wacana penempatan figur dari unsur TNI atau Polri sebagai Sekda DKI, yang menurutnya perlu diantisipasi secara serius oleh Gubernur Pramono Anung.
“Ada wacana dari pemerintah pusat karena keraguan politik nasional ke depan, mau memaksakan sekda DKI dari TNI atau Polri. Kalau bintang dua itu kan jabatan setingkat eselon satu. Ini yang harus diantisipasi Mas Pramono. Harus hati-hati dan serius. Jangan karena like or dislike partai, lalu sekda dipilih tanpa pertimbangan matang,” tutup Tom. (Zat)