Dirty Vote, Film Dokumenter Rendahan Yang Tidak Penting Ditonton Saat Masa Tenang Pemilu 2024

Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar Dalam Film Dirty Vote-Foto Tangkapan Layar Film Dirty Vote

Kesimpulannya, narasi dari ketiga pemainnya, Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar, tidak selaras dengan isi cerita yang seolah-olah menggambarkan Pemilu 2024 sebagai curang. 

 

 Oleh  : Sugiyanto (SGY)-Emik
Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (Hasrat)

Film, “Dirty Vote," yang disutradarai oleh Dandhy Laksono dan diklaim mengungkap kecurangan Pemilu 2024, hanya merupakan film rendahan tanpa nilai seni dan kurang memberikan manfaat saat ditonton. Selain itu, perilisan film ini ketika masa tenang pasca-kampanye Pemilu 2024 berpotensi menciptakan dampak negatif di masyarakat.

Menontonnya melalui streaming atau YouTube adalah sia-sia dan hanya membuang pulsa belaka. Saya telah menontonnya selama 1 jam 57 menit dan merasa hanya kehilangan pulsa tanpa mendapatkan nilai edukatif, kecuali jika dianggap seakan hanya sebagai propaganda untuk menghambat jalannya Pemilu 14 Februari 2024.

Kesimpulannya, narasi dari ketiga pemainnya, Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar, tidak selaras dengan isi cerita yang seolah-olah menggambarkan Pemilu 2024 sebagai curang. Isi cerita film ini terkesan hanya sebagai kumpulan peristiwa pemilu atau kaleidoskop pemilu, tanpa arah yang jelas. Bahkan, mungkin akan muncul tuduhan negatif dari masyarakat terhadap mereka.

Jika hanya ingin membahas peristiwa terkait Pemilu 2024, tidak perlu membuat film rendahan seperti "Dirty Vote," karena masyarakat sudah mengetahui hal tersebut. Semua peristiwa yang diangkat dalam film tersebut, mulai dari penetapan pejabat kepala daerah, pemekaran daerah, kepala desa, hingga proses putusan di MK, telah diketahui oleh masyarakat. Publik menganggap semua ini sebagai peristiwa politik yang penting untuk koreksi lebih baik ke depannya.

Selain itu, harapan bahwa Pemilu 2024 curang tidak akan berpengaruh pada masyarakat, karena dianggap sebagai harapan yang tidak realistis. Semua orang juga menyadari bahwa menilai Pemilu 2024 sebagai curang tidak masuk akal, mengingat pemilu tersebut belum dilaksanakan dan jadwalnya baru akan dilakukan pada 14 Februari 2024. Lalu, apa dasarnya menilai Pemilu 2024 curang sedangkan peristiwanya sendiri belum terjadi? Terlihat aneh dan ajaib, bukan?

Dalam kontek mensuksekan Pemilu 2024, masa tenang saat ini seharusnya dihormati, dan publik tidak seharusnya diperbingungkan dengan hal-hal yang berpotensi menyebabkan asumsi propaganda atau provokasi pemilu. Sebaiknya, semua pihak menahan diri dari melakukan serangan yang dapat merugikan peserta pemilu, termasuk partai politik, capres dan cawapres, serta para calon legislatif, DPR-RI, DPRD, dan DPD-RI. 

Terkait hal tersebut di atas, saya melihat pentingnya untuk melakukan analisis mendalam terkait Film Dirty Vote yang diklaim sebagai Film Dokumenter. Jika dianggap perlu, saya berencana untuk membuat tulisan yang lebih rinci tentang analisis saya terkait "Dirty Vote" pada kesempatan lain.

The End.