Diduga Terjadi Praktik Mafia Tanah Dalam Pembangunan Waduk Pondok Rangon
Jakarta, Dekannews - Pembebasan lahan oleh pemerintah untuk proyek penanganan banjir rawan akan penyimpangan.
Seperti yang terjadi pada salah satu proyek milik pemerintah untuk kepentingan warga yaitu pembangunan waduk Pondok Rangon I, II dan III di kelurahan Cilangkap, Jakarta Timur.
Pada proyek tersebut diduga ditemukan adanya pelanggaran administrasi yang dilakukan oknum anggota dewan dan aparat terkait yang terlibat.
Bidang tanah tersebut sudah ditetapkan sebagai lokasi Waduk Pondok Ranggon III melalui Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta No 228/2012.
Namun, pada 2013 tanah itu dijual ahli waris lewat perantara dengan harga Rp150-Rp500 ribu per meter persegi.
Selanjutnya pada 2016, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI membebaskan lahan tersebut dan bertransaksi dengan para pemilik baru.
Total transaksi senilai Rp32 milliar atau Rp1,8 juta per meter persegi.Padahal, dalam Pergub No 408/2017 tentang penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) bumi bangunan perdesaan dan perkotaan, NJOP di Jalan Setia Warga I yang berada sejajar dengan lahan itu pada 2017 senilai Rp916 ribu, dengan penggolongan nilai jual bumi pada kisaran Rp855 ribu-Rp977 ribu.
Kasus tersebut juga diungkapkan seorang warga bernama Samin. Dia mengaku, semua lahan-lahan yang ada proyek pembangunan waduk Pondok Rangon I,II,dan III sudah dibeli oleh oknum dewan. “Lahan orang tua saya aja dibeli dengan harga Rp300 ribu per meter,” ujarnya.
Sebagai informasi, sesuai aturan, lahan/Proyek yang terkena penlok pembangunan waduk Pondok Rangon I,II dan III tidak informasikan bahwa lahan yang sudah terkena penlok tidak boleh dijual belikan dibawah tangan kepada perantara atau makelar.
Hal itu berdasarkan UU no 2 tahun 2012 pasal 27 tentang pengadaan tanah demi kepentingan umum.
Yang bunyinya"
“(1) Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), Instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan Pengadaan Tanah kepada Lembaga Pertanahan.
(2) Pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. inventarisasi dan identifikasi penguasaan,
pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah;
b. penilaian Ganti Kerugian;
c. musyawarah penetapan Ganti Kerugian;
d. pemberian Ganti Kerugian; dan
e. pelepasan tanah Instansi.
(3) Setelah penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), Pihak yang Berhak hanya dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada Instansi yang memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan.
4) Beralihnya hak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan memberikan Ganti Kerugian yang nilainya ditetapkan saat nilai pengumuman penetapan lokasi.” (Zat)