Anggapan Pilkada Serentak 2024 Untuk Jegal Anies Keliru, SGY Itu Perintah Undang-Undang!

Ilustrasi Kotak Suara-( Foto-Int)

Jakarta, Dekannews – Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru ( Katar), Sugiyanto  menepis adanya anggapan bahwa pelaksanaan pilkada serentak nasional yang sedianya akan diselengarakan pada tahun 2024 adalah untuk menjegal Anies Bawesdan maju kembali pada pencalonan gubernur DKI Jakarta periode 2022-2007 keliru, karena merupakan  perintah Undang-Undang.

Pasalnya, selain itu aturan tersebut sudah ada  sebelum Anies menjadi gubernur DKI Jakarta sebagaimana disebutkan dalam UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan  Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota menjadi Undang-Undang.
 
“ Aturan dalam UU No 10 Tahun 2016 tersebut disahkan pada tanggal 1 Juli 2016. Sedangkan Anies Rasyid Bawesdan dilantik menjadi gubernur DKI Jakarta pada tanggal 16 Oktober 2017. Jadi Keliru bila ada anggapan pilkada serentak untuk menjegal Anies Bawesdan. Selain itu, juga merupakan perintah Undang-Undang,” kata Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar), Sugiyanto di Jakarta, Jumat (29/01/21). 
 
Aktivis senior Jakarta yang akrab disapa SGY ini menjelaskan, ketentuan tentang pilkada serentak dapat dilihat dalam UU No 10 Tahun 2016 tersebut, yaitu  pada Pasal 201. Pada ayat (1) disebutkan bahwa; Pemungutan suara serentak dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2015 dan bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2016 dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada bulan Desember tahun 2015.
 
Kemudian, lanjut SGY,  pada ayat (2) dijelaskan bahwa; Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir pada bulan Juli sampai dengan bulan Desember tahun 2016 dan yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2017 dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada bulan Februari tahun 2017.  Pada ayat (3) diuraikan bahwa; Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2017 menjabat sampai dengan tahun 2022.
 
“Sedangkan pada ayat (4) dalam UU No 10 Tahun 2016 itu di sebutkan bahwa; Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2018 dan tahun 2019 dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada bulan Juni tahun 2018. Ungkap SGY
 
Kemudian, kata SGY masih menjelaskan Pasal 201 UU No 10 Tahun 2016. Pada ayat (5) disebutkan bahwa; Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023. Lalu pada ayat (6) berbunyi; Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2015 dilaksanakan pada bulan September tahun 2020.
 
“Pada ayat (7) dijelaskan yaitu; Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024. Sedangakan pada ayat (8) nya dikatakan bahwa; Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024,” bebernya

Lebih lanjut pria berkaca mata yang juga pengamat politik Jakarta ini mengatakan bahwa tentang jabatan kosong dijelakaan dalam UU No 10 Tahun 2016, pada Pasal 201, yaitu pada ayat (9), yang berbunyi; Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota melalui Pemilihan serentak nasional pada tahun 2024.
 
Kemudian, kata SGY, pada ayat (10), pasal 201 itu menguraikan bahwa; Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lalu, ucap SGY melanjutkan, pada pasal (11) nya disebutkan bahwa; Untuk mengisi kekosongan jabatan Bupati/Walikota, diangkat penjabat Bupati/Walikota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan Bupati, dan Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada ayat (12) ditegaskan bahwa; Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (6), dan ayat (8) diatur dengan Peraturan KPU.
 
“ UU No. 10 Tahun 2016 ini sekarang sedang dibahas untuk direvisi di DPR-RI dan menimbulkan pro dan kontra. Bila terjadi revisi untuk penumdaan pilkada serentak tahun 2027, maka DPR-RI akan dianggap tak konsisten. Jadi jelas bahwa pilkada serentak itu perintah Undang-Undang, bukan untuk menjegal siapapun. Terlebih Ini nerupakan konsekwesnsi dari Keputusan Mahkamah Konstitusi ( MK) No. 55/PUU-XVII/2019,  dimana dalam pertimbangan hukum  MK pada angka [3.16] menjabarkan model alternatif kesetaraan pemilihan umum (Pemilu). Pilkada digabungkan kedalam kesetaraan Pemilihan Umum (Pemilu) yang diselengarakan serempak setiap 5 tahun sekali,” pungkas SGY (ak)