Yusril Nilai Perintah PN Jakpus Soal Penundaan Pemilu 2024 Keliru

Yusril Ihza Mahendra

Jakarta, Dekannews - Perintah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda Pemilu 2024 dinilai keliru.

“Saya berpendapat majelis hakim telah keliru membuat putusan dalam perkara ini,” kata pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra kepada wartawan, Kamis (2/3).

Yusril menjelaskan, gugatan yang dilayangkan Partai Adil dan Makmur (Prima) adalah gugatan perdata, yakni gugatan perbuatan melawan hukum biasa, bukan gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa.

"Dan bukan pula gugatan yang berkaitan dengan hukum publik di bidang ketatanegaraan atau administrasi negara," ujarnya.

Dalam gugatan perdata, kata Yusril, sengketa yang terjadi adalah antara penggugat (Prima) dan tergugat (KPU) dan tidak menyangkut pihak lain.

“Oleh karena itu, putusan mengabulkan dalam sengketa perdata biasa hanyalah mengikat penggugat dan tergugat saja, tidak dapat mengikat pihak lain. Putusannya tidak berlaku umum dan mengikat siapa saja atau erga omnes,” jelas dia.

Yusril menekankan, putusan PN Jakpus berbeda dengan putusan di bidang hukum tata negara dan administrasi negara seperti pengujian undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi (MK) atau peraturan lainnya oleh Mahakamah Agung (MA). Sifat putusannya berlaku bagi semua orang (erga omnes).

“Dalam kasus gugatan perbuatan melawan hukum oleh Partai Prima, jika gugatan ingin dikabulkan majelis hakim, maka putusan itu hanya mengikat Partai Prima sebagai penggugat dan KPU sebagai tergugat, tidak mengikat partai-partai lain baik calon maupun sudah ditetapkan sebagai peserta pemilu,” kata dia.

Sehingga, menurut Yusril, jika majelis hakim berpendapat bahwa gugatan Prima beralasan hukum, maka KPU harus dihukum untuk melakukan verifikasi ulang terhadap Prima, tanpa harus "mengganggu" partai-partai lain dan tahapan Pemilu.

Hal itu, lanjut Yusril, sebenarnya bukan materi gugatan perbuatan melawan hukum, tetapi gugatan sengketa administrasi pemilu yang prosedurnya dilakukan di Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara.

“Pada hemat saya majelis harusnya menolak gugatan Partai Prima, atau menyatakan NO atau gugatan tidak dapat diterima karena Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili perkara tersebut,” pungkasnya. RED