Total Rugi Usaha PT. Jakpro 1,4 Triliun : Masyarakat dan APH Penting Memantau Pembahasan Perubahan APBD 2024 dan PMD
AGAR tidak terjebak dengan kemungkinan terjadinya praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN), diperlukan pengawasan ketat dari masyarakat serta pengawasan dari Aparat Penegak Hukum (APH), termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, dan Kejaksaan
Oleh : Sugiyanto (SGY)
Aktivis Senior Jakarta
Kemarin, Kamis, 15-8-2024, saya menulis artikel berjudul Urgensi Moratorium Pemberian PMD kepada BUMD Jakarta: Mendesak Dibentuknya Pansus Rugi Usaha Rp 1,4 Triliun PT. Jakpro. Artikel ini membahas tentang kemungkinan moratorium Penyertaan Modal Daerah (PMD) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 dan seterusnya.
Terkait hal tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta periode 2019-2024 saat ini sedang membahas perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2024. Kemungkinan besar, pembahasan ini sudah mendekati tahap akhir dan tinggal menunggu pengesahan dalam rapat paripurna.
Namun, mengingat masa jabatan DPRD DKI Jakarta periode 2019-2024 akan berakhir pada 25 Agustus 2024, situasi ini menjadi sangat krusial. Oleh karena itu, agar tidak terjebak dengan kemungkinan terjadinya praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN), diperlukan pengawasan ketat dari masyarakat serta pengawasan dari Aparat Penegak Hukum (APH), termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, dan Kejaksaan.
Mengingat potensi pengambilan keputusan yang bisa terjadi sebelum tenggat waktu, perhatian terhadap proses ini harus ditingkatkan, terutama terkait beberapa hal mendesak. Salah satu fokus utama adalah pemberian PMD kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) serta persetujuan DPRD terhadap hal tersebut.
Dengan mempertimbangkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam alokasi dana publik, DPRD DKI Jakarta seharusnya menolak seluruh usulan Penyertaan Modal Daerah (PMD) dalam APBD Perubahan 2024, jika terdapat usulan tersebut. Penolakan ini dapat didasarkan pada total kerugian yang dialami oleh BUMD PT. Jakpro dari tahun 2019 hingga 2023, yang mencapai Rp 1,4 triliun.
DPRD DKI Jakarta dapat berargumen bahwa penyebab kerugian PT. Jakoro itu perlu ditelusuri secara mendalam. Oleh karena itu, pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk mengkaji penyebab kerugian tersebut harus dijadikan syarat bagi DPRD DKI Jakarta sebelum memberikan persetujuan terhadap usulan PMD.
PT. Jakpro telah mencatat kerugian berturut-turut selama lima tahun, mulai dari 2019 hingga 2023. Kerugian ini terjadi pada masa pemerintahan mantan Gubernur Anies Baswedan hingga kepemimpinan Pejabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono.
Akumulasi kerugian yang signifikan ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai pengawasan dan akuntabilitas penggunaan anggaran publik. Oleh karena itu, sebelum memberikan persetujuan atas PMD kepada BUMD mana pun, DPRD harus memastikan adanya evaluasi menyeluruh terhadap kinerja BUMD, khususnya Jakpro, melalui pembentukan Pansus.
Langkah ini penting untuk menjamin bahwa anggaran yang dialokasikan dapat dipertanggungjawabkan. Pemberian dan persetujuan PMD harus benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat DKI Jakarta, serta menghindari potensi kerugian yang lebih besar di masa mendatang.
Dalam konteks ini, berdasarkan analisis saya, ada tiga alasan utama mengapa DPRD periode 2019-2024 perlu menolak pemberian PMD, dan sebaiknya menyerahkannya kepada DPRD periode 2024-2029. Dewan baru rencananya akan dilantik pada 26-08-2024.
Pertama, untuk menghindari keputusan tergesa-gesa di akhir masa jabatan. DPRD periode 2019-2024 saat ini berisiko membuat keputusan yang terburu-buru dan kurang matang terkait persetujuan PMD dalam perubahan APBD di akhir masa jabatan. DPRD yang baru, dengan mandat yang segar dan semangat baru, lebih tepat untuk membahas PMD ini dengan lebih mendalam dan cermat.
Kedua, terdapat urgensi untuk mengevaluasi penyebab kerugian usaha PT. Jakpro sebesar Rp 1,4 triliun selama periode 2019-2023. Kegagalan ini memerlukan kajian mendalam oleh DPRD baru agar akar masalah dapat diidentifikasi dengan jelas dan solusi yang tepat dapat dirumuskan. DPRD yang baru perlu membentuk panitia khusus (pansus) untuk menyelidiki faktor-faktor yang berkontribusi pada kerugian ini sebelum memutuskan pemberian PMD tambahan.
Ketiga, untuk mencegah kemungkinan
penyalahgunaan anggaran dalam menutupi kerugian tanpa adanya perbaikan sistemik dalam manajemen BUMD terkait. DPRD yang baru memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa anggaran daerah digunakan secara efisien dan tepat sasaran, serta mencegah terulangnya kerugian serupa di masa depan.
Terkait hal tersebut, diperkirakan APBD Perubahan 2024 akan tertuang dalam Rencana Peraturan Daerah (Raperda) dengan nilai sebesar Rp 85,1 triliun. Rencananya, Raperda Perubahan Tahun Anggaran 2024 akan disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) dalam rapat paripurna pada 20 Agustus 2024.
Dalam hal ini, jika terdapat usulan PMD yang telah disepakati, sebaiknya dialihkan kepada kegiatan lain yang lebih bermanfaat bagi masyarakat DKI Jakarta. Dengan demikian, DPRD DKI Jakarta periode 2019-2024 diharapkan dapat mengambil langkah bijak dalam menyikapi perubahan APBD 2024.
Pengawasan ketat terhadap perubahan APBD 2024 oleh masyarakat Jakarta dan semua pihak, termasuk Aparat Penegak Hukum (APH), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, dan Kejaksaan, sangatlah penting. Tujuannya adalah agar kita semua bisa mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bebas dan bersih dari KKN serta perubahan APBD 2024 bisa lebih pro-rakyat dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Jakarta.