PSN PIK 2: Antara Masalah dan Harapan

Sugiyanto (SGY)-Emik

PADA akhirnya, proyek PSN PIK 2 mencerminkan tarik ulur antara kepentingan pembangunan, ekonomi, dan keberlanjutan lingkungan. 

Oleh : Sugiyanto (SGY)
Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (HASRAT)

Malam ini, setelah pulang ke rumah dari berbagai aktivitas hari ini sekitar pukul 20:39, saya menerima pesan WhatsApp dari seorang teman wartawan. Intinya, dia meminta tanggapan saya mengenai persoalan Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) di wilayah Tangerang.

Meskipun saya mengikuti perkembangan isu ini, sejujurnya saya enggan berkomentar atau menulis artikel tentang PSN PIK 2. Hal ini karena saya melihat banyaknya permasalahan yang belakangan muncul terkait proyek tersebut. Namun, di sisi lain, saya juga menyadari bahwa meskipun proyek ini menghadapi berbagai tantangan, ada dampak positif yang dapat dirasakan oleh pemerintah daerah maupun masyarakat sekitar.

Atas dasar itu, sekaligus untuk menjawab pertanyaan teman wartawan, saya memutuskan untuk menulis artikel tentang PSN PIK 2. Artikel ini saya beri judul "PSN PIK 2: Antara Masalah  dan Harapan." Saya sengaja memilih judul ini agar tetap menjaga keseimbangan dan netralitas, dengan tujuan memberikan sudut pandang yang adil bagi semua pihak.
Berikut adalah ulasan saya mengenai PSN PIK 2 dalam artikel tersebut:

Proyek PNS PIK 2 telah menjadi pusat perhatian dalam beberapa waktu terakhir. Proyek ini, yang dikembangkan oleh Agung Sedayu Group, memiliki ambisi besar untuk menciptakan kawasan hunian dan wisata eksklusif di pesisir utara Jakarta dan Tangerang. Namun, berbagai kontroversi dan tantangan telah muncul, mulai dari permasalahan tata ruang, dampak lingkungan, hingga polemik sosial yang melibatkan masyarakat sekitar.

Salah satu isu utama yang mencuat adalah dugaan pelanggaran tata ruang. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyatakan bahwa proyek PIK 2 tidak tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota sebagai PSN pariwisata. Hal ini menimbulkan perdebatan apakah proyek tersebut benar-benar memiliki dasar hukum yang kuat atau hanya mengakomodasi kepentingan pengembang.

Selain itu, proyek ini juga diklaim berada di area hutan lindung. Sekitar 1.500 hektare lahan di kawasan PSN PIK 2 masih berstatus sebagai hutan lindung, yang belum mengalami perubahan status menjadi hutan konversi atau area penggunaan lain (APL). Perubahan status ini memerlukan persetujuan dari Kementerian Kehutanan, namun hingga kini belum ada keputusan final yang diberikan. 

Keberadaan proyek di area tersebut memicu kekhawatiran akan dampaknya terhadap ekosistem pesisir yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Tidak hanya itu, PSN PIK 2 juga menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang meminta pemerintah mencabut status PSN proyek ini. 

Dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) ke-4, MUI menilai proyek ini lebih banyak mendatangkan mudarat bagi masyarakat ketimbang manfaatnya. Beberapa aduan dari masyarakat dan ulama menyebut bahwa proyek ini berdampak pada hilangnya mata pencaharian nelayan dan masyarakat pesisir yang telah lama menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam di wilayah tersebut.

Di sisi lain, proyek ini juga menghadapi gugatan hukum yang signifikan. Taipan Sugiyanto Kusuma alias Aguan, pemilik Agung Sedayu Group, serta Presiden Joko Widodo digugat secara perdata atas dugaan perbuatan melawan hukum dalam pengembangan PIK 2. Gugatan ini menuntut ganti rugi sebesar Rp 612 triliun, yang jika dikabulkan, akan menjadi salah satu gugatan terbesar dalam sejarah hukum Indonesia. Gugatan ini muncul akibat kekhawatiran akan dampak sosial dan lingkungan yang dihasilkan oleh proyek tersebut.

Selain gugatan hukum, terdapat pula isu kriminalisasi terhadap kritik yang ditujukan kepada proyek ini. Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Muhammad Said Didu, menghadapi ancaman kriminalisasi setelah menyampaikan kritiknya terhadap PSN PIK 2. Ia dilaporkan ke kepolisian dengan dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang menimbulkan kekhawatiran tentang kebebasan berpendapat di Indonesia.

Namun, di tengah berbagai kontroversi tersebut, tidak dapat disangkal bahwa proyek ini juga membawa dampak ekonomi yang cukup besar bagi wilayah sekitarnya. Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Tangerang, Slamet Budhi Mulyanto, mencatat adanya peningkatan signifikan dalam pendapatan asli daerah (PAD) akibat keberadaan PIK 2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di beberapa kecamatan mengalami lonjakan tajam, yang menunjukkan dampak ekonomi positif dari proyek ini.

Selain kontribusi ekonomi, PIK 2 juga diklaim menghadirkan berbagai fasilitas modern yang dapat meningkatkan daya tarik kawasan tersebut sebagai destinasi wisata dan hunian eksklusif. Proyek ini digadang-gadang sebagai "The New Jakarta City" dengan konsep Green Area dan Eco-City yang diharapkan dapat menarik investasi serta membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.

Dengan berbagai tantangan dan peluang yang ada, masa depan PSN PIK 2 masih menjadi perdebatan. Pemerintah, dalam hal ini Presiden Prabowo Subianto, sedang mengkaji ulang proyek ini dalam konteks kebijakan PSN yang lebih terarah. Ada empat kategori PSN yang menjadi prioritas di era pemerintahan Prabowo, yakni proyek yang mendukung swasembada pangan, swasembada energi, hilirisasi industri, serta proyek perlindungan infrastruktur strategis seperti giant sea wall untuk mengamankan Jakarta dari ancaman banjir. 

Pertanyaan yang muncul adalah apakah PSN PIK 2 akan masuk ke dalam salah satu kategori tersebut atau justru akan dievaluasi ulang untuk menyesuaikan dengan kebijakan pembangunan nasional yang lebih berkelanjutan.Pada akhirnya, proyek PSN PIK 2 mencerminkan tarik ulur antara kepentingan pembangunan, ekonomi, dan keberlanjutan lingkungan. 

Keputusan akhir terkait proyek ini harus mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan nasional, dampak terhadap lingkungan, serta kesejahteraan masyarakat lokal. Dengan transparansi dan kajian yang menyeluruh, diharapkan solusi terbaik dapat ditemukan untuk memastikan bahwa proyek ini benar-benar memberikan manfaat bagi semua pihak tanpa mengorbankan ekosistem dan hak-hak masyarakat setempat.