Pakar Komunikolog: Kritik Yang Dilakukan Rocky Gerung Sangat Diluar Adab
Jakarta- Di dalam komunikasi, pesan-pesan yang disampaikan tidak ada yang bebas, namun pesan-pesan itu harus terikat dengan nilai-nilai tertentu yang berlaku di masyarakat. Kritik yang dilakukan oleh Rocky Gerung kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat diluar adab.
Hal ini dikatakan Pakar Komunikolog Emrus Sihombing pada Acara Klik Indonesia Petang bertema “Menjaga Demokrasi Yang Beretika” di salah satu stasiun TV Nasional, di Jakarta, Rabu (02/08) petang.
Menurutnya, setiap negara memiliki dan menganut sistem demokrasi, namun implementasinya tidak sama. Indonesia tidak menganut demokrasi liberal, namun demokrasi yang berasaskan nilai-nilai Pancasila. Jadi demokrasi yang diakui adalah demokrasi yang beradab.
“Setiap negara mesti memiliki dan menganut sistem demokrasi, namun implementasinya tidak sama. Kita tidak menganut demokrasi liberal, tapi berasas nilai Pancasila. Di dalamnya ada kata beradab, sehingga demokrasi yang kita akui adalah demokrasi yang beradab,” katanya.
Keberadaban sendiri sesuai dengan nilai-nilai yang ada di Indonesia termasuk etika, kesopanan dan menghargai orang lain. Harus dipisahkan antara kritik yang produktif dan kritik yang dibungkus dengan agenda.
“Saya melihat ada diksi yang muncul akhir-akhir ini yang tidak tepat, inilah contoh demokrasi yang kebablasan seperti adanya diksi ‘bajingan-tolol’. Tentunya apa yang disampaikan dengan diksi seperti itu sama sekali tidak pas,” ujar Emrus.
Menurutnya, dari sudut ilmu komunikasi dan ilmu lain tentunya pesan tersebut sangat tidak tepat, penerapan ilmu pengetahuan tidak boleh lepas dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Rocky Gerung sering mengungkapkan kritik tidak produktif ke Presiden Jokowi.
“Di dalam komunikasi, pesan komunikasi yang disampaikan tidak ada yang bebas, harus terikat dengan nilai-nilai tertentu. Kalau dikatakan bahwa diksi ‘Bajingan-Tolol’ itu adalah bentuk dari ungkapan persahabatan. Kalau dikatakan itu adalah ungkapan persahabatan, saya membantah itu dari sudut semiotika komunikasi,” tegasnya.
Emrus menambahkan bahwa diksi-diksi yang dibangun oleh Rocky Gerung selama ini memposisikan bahwa dirinya superior dan orang lain inferior, orang lain lebih rendah dari dirinya. Selama ini dia juga terus mencari pembenaran. Padahal dalam KBBI, arti dari ‘bajingan’ adalah penjahat, apakah itu layak untuk ditujukan kepada Kepala Negara?.
“Menurut pandangan saya, itu adalah merendahkan orang lain. Bukan hanya Presiden Jokowi, namun Rocky juga merendahkan para pemirsa dan dirinya sendiri. Padahal dalam komunikasi hendaknya kita harus berposisi egaliter dan ada kesetaraan,” imbuhnya.
Apa yang disampaikan oleh Rocky Gerung ini sangat tidak baik, apalagi sekarang Rocky melakukan pembenaran, padahal apabila dicek makna di balik itu dengan narasi dan konteks dia berkomunikasi, maka itu adalah pembelaan diri.
“Rocky lupa dalam pesan komunikasi, lambang dan makna itu bisa berubah. Jadi makna itu jangan semakna-makna dilihat dari historicalnya, namun harus dilihat pergeresan makna dan konteks komunikasinya. Komunikasi yang dilakukan di situ sama sekali tidak ada konteks persahabatan,” ungkap Emrus.
Pesan komunikasi yang dilakukan Rocky Gerung tidak produktif dan berbahaya. Oleh karena itu, tidak salahnya agar Rocky Gerung meminta maaf kepada publik dan kepada Presiden Jokowi. Apa yang dikatakannya itu sudah offside, keterlaluan dan pesan yang tidak beradab.
“Siapapun berbicara di ruang publik, Rocky Gerung harus hati-hati karena apapun yang disampaikan di ruang publik tidak bisa ditarik kembali karena akan berbekas di peta kognisi sehingga komunikasi harus berhati-hati disampaikan,” pungkasnya. (tfk)