Pajak dan Restribusi Parkir Jakarta Sebagai Sumber PAD: Saatnya Rotasi Total Pejabat Terkait

SALAH satu langkah awal yang harus dilakukan adalah meningkatkan pendataan dan validasi wajib pajak melalui pemutakhiran data lokasi parkir, verifikasi data secara berkala, serta pemanfaatan teknologi informasi yang terintegrasi.
Oleh : Sugiyanto (SGY)
Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (HASRAT)
Kemarin malam, sekitar pukul 20.02 WIB, Kamis, 10 Juli 2025, seorang teman wartawan mengirimkan pertanyaan kepada saya sebagai berikut:
“Retribusi parkir di Jakarta masih belum memenuhi target PAD. Menurut Bang SGY, apa saja kesalahan dalam sistem pengelolaan parkir saat ini? Apakah dari sisi regulasi, pengawasan, transparansi, atau kebocoran pendapatan? Dan apa langkah konkret yang harus dilakukan agar hasil dari sektor parkir ini benar-benar optimal serta dirasakan manfaatnya oleh warga Jakarta?”
Begitulah bentuk pertanyaannya. Karena saat itu saya baru kembali dari olahraga berenang dan harus melanjutkan beberapa tugas lainnya, saya baru sempat memberikan jawaban pada pagi hari ini.
Berikut inti respons saya:
“Untuk menghadirkan semangat dan dinamika baru, sebaiknya dilakukan rotasi menyeluruh terhadap seluruh pejabat penting yang terkait di Dinas Perhubungan (Dishub) dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda). Pergantian dengan pejabat baru diperlukan agar terjadi penyegaran birokrasi dan peningkatan semangat kerja, khususnya dalam upaya mencapai target pajak parkir dan retribusi parkir di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.”
Untuk lebih memahami masalah ini khususnya dari pertanyaan teman wartawan tersebut, perlu saya sampaikan gambaran umumnya.
Terdapat perbedaan utama antara pajak parkir dan retribusi parkir yakni pada jenis layanannya. Pajak parkir dikenakan pada layanan parkir yang disediakan oleh pihak swasta, seperti parkir di gedung, pelataran, atau garasi yang mengenakan biaya. Sementara retribusi parkir dikenakan pada layanan parkir yang disediakan oleh pemerintah daerah, seperti parkir di tepi jalan umum atau tempat khusus parkir yang dikelola oleh pemerintah. Namun keduanya merupakan sumber Pendapatan Daerah.
Untuk yang bertanggung jawab atas pajak parkir adalah Bapenda (Badan Pendapatan Daerah). Bapenda memiliki wewenang untuk memungut dan mengelola pajak parkir sebagai bagian dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sedangkan Dishub hanya yang terkait dengan pengaturan dan perizinan parkir.
Yang saya ketahui, untuk target pajak parkir pada tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp350 miliar, namun dalam rancangan perubahan APBD akan diturunkan menjadi Rp300 miliar. Saya mendapat informasi bahwa penerimaan pajak parkir hingga semester pertama baru mencapai 30 persen, atau sekitar Rp90 miliar dari target Rp300 miliar. Saya mengasumsikan angka ini mencakup pajak parkir dari sektor off-street maupun on-street yang juga mencakup restribusi parkir. Ini baru asumsi saya atas total pendaptan pajak parkir dan kebenarannya masih perlu diverifikasi kembali pada Badan Pendapatan Daerah.
Dalam konteks ini, diperkirakan terdapat sekitar 1.300 lokasi parkir di Jakarta yang dikelola oleh pihak swasta dan oleh Dishub melalui BLU UP Parkir. Pihak swasta mendominasi pengelolaan parkir off-street, sedangkan UP Parkir hanya mengelola sekitar 85 lokasi off-street.
Untuk parkir on-street atau parkir di bahu jalan, berdasarkan Pergub No. 188 Tahun 2016 tentang Tempat Parkir Umum yang Dikelola Pemprov DKI Jakarta, terdapat 441 ruas jalan yang ditetapkan sebagai lokasi parkir on-street. Namun, sejauh ini baru 244 ruas jalan yang benar-benar dioperasikan. Hal ini tentu menjadi pertanyaan besar: apa kendala dan alasan menghambat pemanfaatan ruas jalan lainnya? Padahal, semestinya jumlah tersebut dapat terus ditambah guna mendongkrak pendapatan daerah.
Berdasarkan informasi yang saya peroleh, setoran dari sektor parkir on-street juga tergolong rendah. Hingga saat ini, baru sekitar Rp3 miliar yang berhasil disetorkan, atau kurang dari 20 persen dari target tahunan sebesar Rp20 miliar. Informasi ini juga masih perlu di konformasi pada pihak terkait yakni Badan Pendapatan Daerah.
Beberapa waktu lalu, dalam konteks pembahasan terkait Pansus Perparkiran, saya sempat menulis dua artikel: “Pengelolaan Parkir di Bawah Dishub, BUMD, dan Lainnya: Untuk Kepentingan Siapa? Saatnya Pansus Parkir Libatkan Masyarakat, BUMD Parkir Bisa Jadi Solusi Tepat! dan “24 Juta Kendaraan Bermotor di DKI, Potensi Pajak Parkir Capai Rp4,3 Triliun: Perlu Pergantian Pejabat Kunci di Dishub dan Bapenda serta Lainnya.”
Artikel-artikel tersebut memberikan gambaran bahwa pajak parkir memiliki potensi besar sebagai salah satu sumber utama pendapatan asli daerah (PAD). Oleh karena itu, pengelolaannya harus dilakukan secara serius, profesional, dan transparan
Fenomena “parkir dalam parkir”, yakni praktik pengelolaan parkir liar dalam area parkir resmi, menunjukkan masih lemahnya pengawasan. Selain itu, digitalisasi sistem parkir belum merata dan belum menyatu dalam satu data terpadu, sehingga menyulitkan pemantauan dan menimbulkan potensi kebocoran pendapatan daerah.
Terkait hal tersebut diatas, dan demi untuk meningkatkan pendapatan pajak parkir, Bappeda perlu mengadopsi strategi terpadu yang mencakup pendataan ulang wajib pajak, kerja sama baru dengan pihak swasta, dan pembenahan manajemen. Salah satu langkah awal yang harus dilakukan adalah meningkatkan pendataan dan validasi wajib pajak melalui pemutakhiran data lokasi parkir, verifikasi data secara berkala, serta pemanfaatan teknologi informasi yang terintegrasi.
Optimalisasi pengelolaan pajak juga perlu ditempuh dengan menjalin kerja sama yang transparan dengan pengelola parkir swasta. Selain itu, juga perlu untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan, serta mendorong penerapan sistem parkir elektronik yang terintegrasi untuk meningkatkan efisiensi dan mencegah kebocoran pendapatan.
Peningkatan kesadaran masyarakat turut menjadi faktor penting. Hal ini dapat dilakukan melalui sosialisasi yang masif, edukasi tentang manfaat pajak parkir bagi pembangunan daerah, serta pelibatan masyarakat dalam pengawasan sebagai upaya menciptakan transparansi dan akuntabilitas.
Dari sisi kelembagaan dan tata kelola, perlu dilakukan penguatan manajemen melalui pengembangan kapasitas aparatur, perbaikan sistem administrasi, serta evaluasi berkala terhadap kinerja pengelolaan pajak parkir guna mendorong perbaikan yang berkelanjutan.
Lebih jauh, terdapat lima langkah konkret yang perlu segera diambil:
Pertama, melakukan rotasi menyeluruh terhadap pejabat di Dinas Perhubungan (Dishub) dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) yang menangani sektor parkir. Langkah ini bertujuan untuk menyegarkan struktur kelembagaan dan menghindari praktik lama yang stagnan.
Kedua, merevisi regulasi pengelolaan parkir melalui berbagai pendekatan, seperti penerapan zonasi, tarif progresif, serta pengelompokan jenis parkir berdasarkan fungsi kawasan. Jika hal ini telah ditempuh perlu dicari lagkah-langkah lain yang lebih modren. Intinya, regulasi baru harus mampu menjawab kebutuhan tata ruang perkotaan yang dinamis dan berpihak pada kepentingan publik.
Ketiga, menerapkan digitalisasi secara menyeluruh dalam sistem parkir, termasuk integrasi data antarinstansi seperti Dishub, Bapenda, dan mitra kerja sama, guna memastikan pengelolaan berbasis data dan transparan.
Keempat, memperkuat sistem pengawasan dengan melibatkan aparat penegak hukum serta mendorong partisipasi masyarakat sipil melalui mekanisme pelaporan publik yang mudah diakses.
Kelima, menjamin transparansi dan akuntabilitas dengan mempublikasikan data pendapatan parkir secara rutin, agar masyarakat dapat turut mengawal dan menilai kinerja pemerintah dalam mengelola potensi pendapatan daerah ini.
Parkir bukan sekadar persoalan lahan kosong dan tempat kendaraan, tetapi juga merupakan cermin tata kelola kota. Kota yang mampu mengelola sistem parkir dengan baik akan lebih siap mewujudkan transportasi publik yang modern, efisien, dan inklusif.
Sudah saatnya Pemprov DKI Jakarta bertindak tegas dan visioner. Rotasi pejabat bukan sekadar langkah administratif, tetapi merupakan bagian dari strategi reformasi birokrasi untuk memastikan sektor strategis ini memberikan manfaat maksimal bagi seluruh warga Jakarta.