Operasional Taman 24 Jam di Jakarta: Gagasan Menarik, Tapi Perlu Kajian Mendalam

Sugiyanto (SGY)-Emik

KEBIJAKAN operasional taman selama 24 jam sebaiknya tidak diterapkan secara tergesa-gesa

Oleh : Sugiyanto (SGY)

Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (HASRAT)

Siang ini, Selasa, 8 April 2025, saya tiba-tiba menerima pertanyaan dari seorang teman wartawan terkait rencana kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang akan memberlakukan operasional taman di Jakarta selama 24 jam. Saat itu saya sedang cukup sibuk karena baru memulai aktivitas setelah libur Lebaran, sehingga tidak bisa langsung merespons. Barulah setelah ada waktu luang, saya menyempatkan diri menulis artikel ini.

Menurut saya, wacana membuka taman-taman untuk beroperasi sepanjang hari patut diapresiasi sebagai bentuk terobosan dalam menyediakan ruang publik yang lebih luas bagi masyarakat.

Kebijakan ini terlihat sangat progresif karena memberi peluang lebih besar bagi warga Jakarta untuk menikmati taman kapan pun, termasuk malam hari yang selama ini aksesnya terbatas. Namun, sebelum kebijakan ini diterapkan secara luas, Pemprov DKI Jakarta perlu terlebih dahulu melakukan survei dan kajian mendalam terkait potensi keuntungan dan kerugiannya, baik bagi pemerintah daerah maupun masyarakat.

Jika operasional taman 24 jam ini juga diarahkan sebagai ruang aktivitas bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), maka kebijakan ini bisa menjadi angin segar bagi kebangkitan ekonomi kerakyatan. Taman dapat menjadi tempat strategis bagi pelaku UMKM untuk menjajakan dagangan mereka, terutama pada malam hari.

Situasi ini juga bisa menjadi lebih hidup, karena pada malam hari banyak warga Jakarta cenderung mencari hiburan ringan atau menikmati makanan santai di ruang terbuka. Dengan demikian, operasional taman 24 jam dapat membuka peluang peningkatan pendapatan bagi pelaku UMKM sekaligus mendorong semangat kewirausahaan yang lebih luas.

Namun demikian, perlu diingat bahwa banyak taman di Jakarta pada pagi hari digunakan masyarakat untuk berolahraga, seperti senam, jogging, atau sekadar berjalan santai. Jika taman beroperasi tanpa jeda selama 24 jam, dikhawatirkan kenyamanan dan kebersihan taman akan terganggu, sehingga merugikan masyarakat yang ingin beraktivitas di pagi hari.

Di samping itu, potensi masalah lain juga perlu diperhatikan, seperti kondisi taman yang kotor akibat aktivitas malam hari yang padat. Hal ini tentu bisa mengganggu kenyamanan warga yang ingin berolahraga atau bersantai di pagi hari.

Karena itu, kebijakan operasional taman selama 24 jam sebaiknya tidak diterapkan secara tergesa-gesa. Pemprov DKI Jakarta perlu menyusun kajian komprehensif yang mencakup berbagai aspek, mulai dari keamanan dan kenyamanan warga di malam hari, hingga kebersihan serta pengelolaan taman setelah aktivitas malam berlangsung.

Regulasi terkait zonasi taman juga perlu diatur secara jelas. Artinya, perlu dipertimbangkan apakah semua taman layak dibuka selama 24 jam, atau hanya taman-taman tertentu saja yang memenuhi syarat. Selain itu, durasi operasional malam juga penting dievaluasi—apakah benar-benar harus 24 jam penuh, atau cukup sampai pukul 02.00 atau 03.00 dini hari.

Dengan pendekatan berbasis kajian dan survei lapangan, kebijakan ini akan lebih tepat sasaran dan tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari.

Jakarta perlu ruang terbuka yang ramah dan aman bagi semua, baik siang maupun malam. Namun, jangan sampai semangat membuka taman 24 jam justru mengurangi kualitas fungsi taman sebagai tempat rekreasi, olahraga, dan interaksi sosial yang sehat.