Mohon Maaf Lahir dan Batin: Setelah Ramadan Kembali Fokus Bahas Masalah Jakarta, RDF-ITF, JIS, Formula E, RSSW, Bansos Covid-19, LHP BPK 2005-2023, dan Lainnya

SIAPA yang harus bertanggung jawab atas biaya pembangunan ITF yang telah dikeluarkan oleh PT Jakpro? Apakah eks Gubernur Anies Baswedan, PT Jakpro, atau Dinas Lingkungan Hidup?
Oleh : Sugiyanto (SGY)
Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (HASRAT)
Tak terasa, hari ini, Sabtu, 29 Maret 2025, atau 29 Ramadan 1446 H, sudah memasuki hari ke-29 puasa. Tinggal satu hari lagi menuju akhir Ramadan. Ada rasa sedih karena harus berpisah dengan bulan penuh berkah ini, tetapi di tengah kesedihan itu, juga terselip kebahagiaan karena sebentar lagi kita akan menyambut hari kemenangan, 1 Syawal Idul Fitri.
Lebaran Idul Fitri 2025/1446 H berpeluang besar dirayakan serentak oleh pemerintah dan ormas Islam lainnya, yakni pada Senin, 31 Maret 2025, atau 1 Syawal 1446 H. Semoga segala amal ibadah kita hingga hari terakhir Ramadan diterima oleh Allah SWT. Taqabbalallahu minna wa minkum, taqabbal ya Karim. Minal aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin.
Selama Ramadan ini, saya jarang menulis artikel, kecuali beberapa yang saya anggap mendesak. Hal ini karena saya lebih fokus menjalankan ibadah di bulan suci ini. Namun, setelah Ramadan, saya telah memutuskan untuk kembali aktif membahas berbagai permasalahan di Jakarta. Tujuan saya adalah memberikan masukan kepada pemimpin baru Jakarta, Gubernur Pramono Anung dan Wakil Gubernur Rano Karno, agar mereka dapat merumuskan kebijakan yang lebih tepat untuk Jakarta.
Selain itu, masukan saya juga penting sebagai bahan evaluasi terhadap kebijakan sebelumnya. Melalui evaluasi yang tepat, kebijakan yang keliru atau berpotensi merugikan keuangan negara serta mengandung unsur Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dapat diidentifikasi. Dengan demikian, saran yang saya sampaikan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kemajuan Jakarta dan kesejahteraan masyarakatnya.
Pembahasan Permasalahan: RDF-ITF, JIS, Formula E, RSSW, Bansos Covid-19, LHP BPK 2005-2023, dan Lainnya
Saya akan memulai dengan menyampaikan masukan mengenai pembatalan Intermediate Treatment Facility (ITF) dan pembangunan Refuse Derived Fuel (RDF). Saya telah mengikuti perkembangan ini sejak era Gubernur Fauzi Bowo (Foke). ITF pertama kali digagas oleh Gubernur Foke, dan pada akhir masa jabatannya pada 2012, proses lelang ITF sudah dilakukan. Namun, proyek ini gagal karena masih banyak kendala yang belum terselesaikan.
Pada era Gubernur Anies Baswedan, dilakukan ground breaking Intermediate Treatment Facility Sunter di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Pelaksanaan pembangunan ITF dilakukan oleh Badan Usaha Milik Daerah atau BUMD Perseroda PT Jakarta Propertindo (PT.Jakpro), yang telah mengeluarkan banyak dana untuk proyek ini. Namun, semua itu sia-sia karena proyek ini dihentikan oleh Penjabat (Pj) Gubernur Heru Budi Hartono.
Tanpa alasan yang jelas, tiba-tiba muncul rencana pembangunan Refuse Derived Fuel atau RDF Plant. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta, Asep Kuswanto, termasuk salah satu pihak yang sangat bersemangat dalam proyek ini. RDF Plant direncanakan beroperasi pada awal 2025, tetapi gagal karena menimbulkan bau menyengat. Masyarakat sekitar juga mengeluhkan dampaknya, termasuk gangguan kesehatan yang ditimbulkan.
Peresmian RDF Plant terus mengalami penundaan, mulai dari awal tahun, kemudian Maret, April, dan kini kembali mundur. Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menargetkan perbaikan infrastruktur RDF Plant di Rorotan, Jakarta Utara, dengan penyelesaian paling lambat Juli 2025. Namun, pertanyaan besar yang muncul adalah: Siapa yang bertanggung jawab atas pembatalan ITF dan permasalahan RDF Plant yang gagal beroperasi? Apakah eks Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi atau Kepala Dinas Lingkungan Hidup Asep Kuswanto?
Selain itu, siapa yang harus bertanggung jawab atas biaya pembangunan ITF yang telah dikeluarkan oleh PT Jakpro? Apakah eks Gubernur Anies Baswedan, PT Jakpro, atau Dinas Lingkungan Hidup?
Pertanyaan lain yang perlu dijawab adalah apakah kerugian yang dialami PT Jakpro akibat dihentikannya pembangunan ITF dapat dikategorikan sebagai kerugian negara. Selain itu, perlu dilakukan penelusuran untuk memastikan apakah dalam pembangunan RDF terdapat indikasi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi negara.
Pihak-pihak terkait harus menjawab pertanyaan-pertanyaan ini secara tuntas sehubungan dengan pembatalan proyek ITF dan permasalahan RDF Plant. Saya akan menyampaikan hal ini kepada Gubernur Pramono Anung secara transparan, dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain permaslahan ITF dan RDF, saya juga akan menyampaikan masukan tentang maslah lainnya. seperti, permaslahan pembangunan Jakarta Internasional Stadion (JIS) dan Kandang Persija, persoalan Formula E, RSSW, Bansos Covid-19, LHP BPK 2005-2023, dan masalah-maslah Lainnya.
Khusus mengenai LHP BPK, permasalahan ini berfokus pada tindak lanjut rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta. Merujuk pada informasi dari BPK, masih banyak temuan sejak tahun 2005 hingga 2023 yang belum ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Bahkan, beberapa masalah dalam laporan keuangan telah dibiarkan tanpa penyelesaian sejak tahun 2005.
Dalam konteks ini, saya pernah meminta data rekomendasi BPK Jakarta yang belum ditindaklanjuti oleh Pemprov DKI Jakarta. Namun, BPK tidak memberikan data tersebut dengan alasan tertentu. Meski demikian, saya akan tetap berusaha mencari rincian data tersebut melalui berbagai cara, termasuk berdasarkan ketentuan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.
Sejatinya, saya telah memiliki Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Jakarta untuk Provinsi DKI Jakarta. Dalam LHP tersebut juga tercantum rekomendasi BPK. Namun, akan lebih mudah untuk menganalisis dan mengkaji rekomendasi yang belum ditindaklanjuti jika BPK memberikan rincian datanya. Oleh karena itu, jika memungkinkan, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, dapat membuka data tersebut demi kepentingan koreksi serta perbaikan kebijakan ke depan.
Melalui data rekomendasi BPK Perwakilan DKI Jakarta yang belum ditindaklanjuti oleh Pemprov DKI Jakarta, inti permasalahan di Jakarta akan semakin tergambar jelas. Selain itu, Gubernur juga dapat memperoleh banyak manfaat dari hal ini, baik secara politik, ekonomi, maupun kebijakan. Semua ini dapat berkontribusi pada kemajuan Jakarta serta meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.