Menkeu Purbaya, Jangan Takut-takuti UMKM dengan SP2DK: Salurkan Saja Dana Rp200 Triliun dari Bank Himbara

SP2DK tidak seharusnya menjadi instrumen yang menakutkan, melainkan harus dilengkapi dengan bimbingan, sosialisasi, serta regulasi yang ramah bagi UMKM.
Oleh : Sugiyanto (SGY)
Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara
Saya berharap tulisan ini dapat sampai kepada Menteri Keuangan (Menkeu) baru, Purbaya Yudhi Sadewa. Mumpung beliau sedang mendapat sorotan positif dan kepercayaan publik, sudah saatnya memberikan gebrakan nyata untuk mendukung Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Saat ini banyak UMKM merasa tertekan oleh persoalan perpajakan, khususnya terkait penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK). Karena itu, sangat penting bagi Menkeu yang baru untuk memberikan perhatian serius terhadap masalah ini.
SP2DK adalah surat yang dikeluarkan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk meminta klarifikasi kepada wajib pajak atas dugaan kewajiban pajak yang belum dipenuhi. Secara aturan, memang SP2DK sah dan diatur dalam ketentuan perpajakan. Namun, dalam praktiknya, banyak pelaku UMKM merasa terintimidasi dengan “surat cinta” tersebut.
Mereka yang sebenarnya berniat patuh pajak justru sering kali bingung, takut, bahkan enggan berhadapan dengan otoritas pajak. Sebagian besar UMKM tidak memiliki kemampuan akuntansi yang memadai, laporan keuangan yang rapi, ataupun tenaga konsultan pajak yang mumpuni. Akibatnya, SP2DK justru menciptakan beban psikologis, bukan membangun kesadaran pajak.
Berdasarkan data yang saya ketahui, UMKM sejatinya merupakan benteng ekonomi bangsa. Sektor ini menyumbang lebih dari 60 persen terhadap PDB nasional dan menyerap lebih dari 97 persen tenaga kerja. Angka tersebut menunjukkan fakta luar biasa, bahwa fondasi ekonomi negeri ini sangat ditopang oleh peran krusial sektor UMKM.
Peran vital tersebut seharusnya mendorong pemerintah untuk membimbing, bukan menakut-nakuti. Pada prinsipnya, pelaku UMKM bersedia membayar pajak selama mekanismenya sederhana, jelas, tidak membebani, serta disertai waktu yang fleksibel tanpa tekanan yang berlebihan.
Karena itu, Kementerian Keuangan perlu mempertimbangkan penyederhanaan aturan perpajakan bagi UMKM. Salah satu opsi yang dapat diterapkan adalah skema pembayaran pajak berbasis persentase omzet dengan tarif ringan dan sederhana, sekitar 0,1–0,5 persen per tahun. Metode ini paling diminati karena mudah dipahami oleh masyarakat awam, termasuk pelaku UMKM dan wajib pajak lainnya.
Sebagai contoh, UMKM dan wajib pajak lainnya dengan omzet Rp0–Rp500 juta dibebaskan dari pajak. Untuk omzet Rp500 juta–Rp1 miliar dikenakan pajak sebesar 0,1 persen, omzet Rp1–2 miliar dikenakan 0,2 persen, omzet Rp2–3 miliar dikenakan 0,3 persen, omzet Rp3–4 miliar dikenakan 0,4 persen, dan omzet Rp4–4,8 miliar dikenakan pajak badan usaha sebesar 0,5 persen.
Model semacam ini lebih mudah dipahami, praktis diterapkan, serta berpotensi meningkatkan kepatuhan pajak tanpa menimbulkan rasa takut di kalangan pelaku UMKM. Namun demikian, UMKM dan wajib pajak lainnya dengan omzet hingga Rp4,8 miliar tetap harus dibebaskan dari pajak apabila mengalami kerugian usaha, dengan catatan disertai keterangan dan bukti yang memadai.
Selain itu, kebijakan tersebut juga sejalan dengan semangat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, yang menekankan perlindungan, pemberdayaan, dan pengembangan UMKM sebagai bagian dari tanggung jawab negara.
Pada dasarnya, pemerintah telah memiliki kebijakan khusus melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu. Namun, banyak masyarakat masih kebingungan karena kurang memahami keberadaan aturan ini.
Peraturan tersebut menetapkan tarif PPh Final UMKM sebesar 0,5 persen dari omzet. Akan tetapi, implementasinya sering menimbulkan kerancuan karena sebagian ketentuan masih berlaku sementara yang lain sudah berakhir masa penerapannya. Kondisi ini membuat banyak pelaku UMKM tidak memahami secara detail, sehingga diperlukan penyusunan aturan baru yang lebih sederhana, jelas, dan mudah dipahami.
Dalam hal ini, aturan bagi UMKM yang jelas, sederhana, dan konsisten sangat penting agar para pelaku usaha merasa terlindungi sekaligus terdorong untuk patuh. Inilah langkah terobosan penting yang perlu dijalankan oleh Menkeu Purbaya, yang saat ini sedang “naik daun” dan menjadi sorotan publik.
Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Keuangan baru saja menempatkan dana sebesar Rp200 triliun di Bank Himbara. Dana segar ini seharusnya tidak hanya mengendap di bank atau lebih mengutamakan kepentingan korporasi besar, melainkan diarahkan untuk memperkuat akses permodalan UMKM.
Hingga kini, banyak UMKM masih kesulitan memperoleh kredit karena ketiadaan agunan, padahal mereka memiliki potensi besar untuk tumbuh. Dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk program kredit berbunga rendah, penjaminan modal, maupun pembiayaan tanpa agunan bagi UMKM produktif.
Membantu UMKM berarti membantu pemerintah sendiri. Dengan memperkuat akses permodalan, menyederhanakan regulasi perpajakan, dan mengganti pendekatan represif menjadi edukatif, UMKM akan tumbuh lebih sehat, lebih patuh, dan lebih berkontribusi terhadap penerimaan negara. SP2DK tidak seharusnya menjadi instrumen yang menakutkan, melainkan harus dilengkapi dengan bimbingan, sosialisasi, serta regulasi yang ramah bagi UMKM.
Menkeu Purbaya memiliki momentum besar untuk menunjukkan kepemimpinan yang berpihak pada rakyat kecil. Jangan biarkan UMKM terus terjebak dalam ketakutan birokrasi perpajakan. Cabut kebijakan lama berupa “surat cinta” SP2DK kepada UMKM, dan salurkan dana Rp200 triliun secara tepat sasaran.
Hal penting lainnya adalah penyederhanaan mekanisme pajak agar lebih mudah dipahami, sehingga UMKM benar-benar dapat menjadi pilar utama perekonomian nasional. UMKM adalah bamper ekonomi negara; tanpa UMKM, perekonomian berpotensi lumpuh. Karena itu, UMKM harus dibantu dan dilindungi. Berpihak hanya pada pengusaha besar adalah kekeliruan fatal.
Sebagai rakyat kecil, saya memiliki banyak teman pelaku UMKM dan mengetahui secara langsung berbagai kesulitan serta keluhan mereka. Karena itu, saya siap menjembatani dan membawa aspirasi pelaku UMKM untuk memberikan masukan langsung apabila diperlukan.
Ayo, Pak Menteri Koboi, tembak di tempat pengusaha besar pengemplang pajak, dan lindungi pelaku usaha UMKM. Sehat selalu, Pak Menkeu Purbaya. Semoga negeri ini semakin maju di bawah kepemimpinan Anda.