Mengusung Kader PDIP Sendiri dan Bukan Anies Baswedan Mungkin Bisa Jadi Solusi atas Respons DPR-RI terhadap Putusan MK
SEBAGAI langkah strategis di tengah kondisi yang kompleks ini, keputusan PDIP untuk mengusung kader sendiri bukan Anies Baswedan kemungkinan bisa menjadi solusi yang efektif
Oleh : Sugiyanto (SGY)
Aktivis Senior Jakarta
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menjadi sorotan publik setelah mengeluarkan Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ketentuan ambang batas pencalonan kepala daerah oleh partai politik (parpol). Keputusan ini diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora, yang menilai bahwa ketentuan lama mengenai ambang batas pencalonan bersifat diskriminatif dan menghambat proses demokrasi yang inklusif.
Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, yang mengatur ambang batas minimal 20% jumlah kursi atau 25% akumulasi perolehan suara sah dalam DPRD, adalah inkonstitusional. Ketua Majelis Hakim MK, Suhartoyo, menjelaskan bahwa pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat jika dimaknai berdasarkan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di provinsi atau kabupaten/kota.
Salah satu ketentuan baru yang diperkenalkan oleh MK adalah bahwa untuk provinsi dengan jumlah penduduk pada DPT antara 6 hingga 12 juta jiwa, parpol atau gabungan parpol harus memperoleh suara sah minimal 7,5% di provinsi tersebut.
Perubahan ini membawa dampak signifikan bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Jakarta. Dengan ketentuan baru, PDIP memiliki kelebihan dalam jumlah suara yang diperolehnya di DKI Jakarta, yang melebihi ambang batas 7,5%. Ini berarti PDIP memiliki hak penuh untuk mengusung calonnya sendiri tanpa harus berkoalisi dengan partai lain.
Sebelum putusan MK ini, spekulasi mengenai kemungkinan PDIP mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024 sempat mencuat. Namun, keputusan MK yang memberikan ruang bagi PDIP untuk mengusung kader internalnya membuka peluang lain. Dengan dukungan suara yang kuat, PDIP bisa mempertimbangkan untuk mengusung calon dari kadernya sendiri.
Keputusan MK tersebut juga memicu respons cepat dari DPR-RI dan pemerintah. Pada Rabu, 21 Agustus 2024, DPR dan pemerintah merevisi Undang-Undang Pilkada. Namun, isi revisi ini tidak sepenuhnya mengakomodasi putusan MK sebagaimana mestinya, yang menimbulkan ketidakpastian baru dalam peta politik Pilkada DKI Jakarta. Proses revisinya masih sedang berjalan, hingga keputusan finalnya lewat rapat paripurna DPR RI.
Jika revisi ini tidak mengakui ketentuan MK, maka PDIP mungkin tidak dapat dengan mudah mengusung Anies Baswedan. Dalam situasi politik yang semakin kompleks ini, PDIP mungkin merasa perlu untuk kembali pada strategi lamanya, yaitu mengusung kader internal yang kuat.
Pasangan Kader Internal PDIP Kemungkinan Adalah Solusi di Tengah Kebuntuan Politik
Pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Prasetyo Edi Marsudi, yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPRD DKI Jakarta, menjadi kandidat yang bisa dipertimbangkan oleh PDIP. Alternatif lainnya adalah pasangan Jenderal (Purn.) Andika Perkasa dan Jarot Saiful Hidayat, atau kombinasi dari kader internal PDIP lainnya.
Pasangan dari PDIP mampu mendapatkan dukungan maksimal dari masyarakat Jakarta, mengingat pengalaman dan pengaruh yang dimiliki oleh para tokoh tersebut.
Dalam menghadapi kebuntuan politik dan ketidakpastian terkait keputusan MK serta revisi UU Pilkada oleh DPR, PDIP mungkin perlu mempertimbangkan opsi terbaik untuk menjaga posisinya di Jakarta.
Mengusung pasangan kader internal yang memiliki pengalaman dan pengaruh kuat, seperti Ahok-Prasetyo atau Andika-Jarot, bisa menjadi pilihan yang realistis.
Dengan jaringan politik dan kepemimpinan yang terbukti, pasangan ini dapat memberikan stabilitas politik bagi PDIP sekaligus menjaga kepentingan partai di Jakarta.
Sebagai langkah strategis di tengah kondisi yang kompleks ini, keputusan PDIP untuk mengusung kader sendiri bukan Anies Baswedan kemungkinan bisa menjadi solusi yang efektif.
Meskipun situasi politik mungkin tetap penuh tantangan, dengan pendekatan yang tepat, PDIP memiliki peluang untuk tetap menguasai panggung politik di DKI Jakarta. Bahkan tanpa harus bergantung pada figur luar seperti Anies Baswedan, PDIP juga bisa berpeluang unggul di Jakarta.
Dalam politik, fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan adalah kunci. PDIP, dengan segala sumber daya dan pengaruh yang dimilikinya, tentu memiliki kapasitas untuk menavigasi situasi ini dan menemukan solusi terbaik yang sesuai dengan kepentingannya.