Mencermati Tafsir Surat Al-‘Ashr (Demi Masa)!
Dengan demikian Allah Ta’ala telah bersumpah dengan masa tersebut bahwa manusia itu dalam kerugian, yakni benar-benar merugi dan binasa. Kecuali Orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih.
Ditulis Dalam Rangka Bulan Ramadhan 1442 Hijriah Yang Terasa Begitu Cepat Akan Berakhir.
Dikutif dari Tafsir Ibnu Katsir dan Jalalain.
Oleh : Sugiyanto-SGY (Aktivis Jakarta ).
Waktu begitu cepat berjalan, rasanya baru kemarin tamu agung bulan Ramadhan datang, namun dia sudah akan pergi lagi. Sebab, bila tak ada perbedaan hari raya, maka 3 hari lagi, Kamis (13/5/21) kita akan bersam-sama merayakan hari kemenangan Idul Fitri (Eid al-Fitr). Semoga kita semua masih dipertemukan kembali dengan Ramadhan tahum depan pada 1443 Hijriah.
Sehubungan dengan cepatnya waktu berlalu, rasanya penting kita memcermati tafsir surat Al-‘Ashr yang menegaskan tentang “WAKTU” sebagai mana termaktub dalam kitab suci Al-Qur’-an.
Salah satu kitab tafsir Al-Qur’an yang menjadi rujukan banyak umat muslim adalah tafsir Ibnu Katsir. Dalam tafsir tesebut dijelaskan secara gamblang tentang makna surat ke 103 pada juz 30, tentang 3 ayat dari surat Al-‘Ashr.
Dikutif dari tafsir Ibu Katsir, Al-‘Ashr berarti masa yang didalamnya berbagai aktivitas anak cucu Adam berlangsung, baik dalam wujud kebaikan maupun keburukan.
Ada arti lain dari Al-‘Ashr. Dalam tafsir Jalalain dijelaskan makna dari "Demi masa," yakni, masa atau waktu setelah matahari mulai bergeser ke barat (zawal) hingga terbenam, atau waktu shalat Asar.
Arti lain dari Al-'Ashr pun disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir, yaitu, Imam Malik meriwayatkan dari Zaid bin Aslam: “Kata al-‘Ashr berarti shalat ‘Ashar’. Tetapi yang populer adalah pendapat pertama. Yakni, makna Al-‘Ashr adalah ‘masa’ sebagaimana yang dimaksud dalam tafsir Ibnu Katsir.
Dengan demikian Allah Ta’ala telah bersumpah dengan masa tersebut bahwa manusia itu dalam kerugian, yakni benar-benar merugi dan binasa. Kecuali Orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih.
Dengan demikian, Allah memberikan pengecualaian dari kerugian itu bagi orang-orang yang beriman dengan hati mereka dan mengerjakan amal shalih melalui anggota tubuhnya.
”Dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran.” Yaitu mewujudkan semua bentuk ketaatan dan meninggalkan semua yang diharamkan.
”Dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” Yakni bersabar atas segala macam cobaan, takdir, serta gangguan yang dilancarkan kepada orang-orang yang menegakk an amar ma’ruf nahi munkar.
Dalam tafsir Ibnu katsir tersebut juga diceritakan tentang 'Amr bin al-‘Ash dan Musailamah al-Kadzdzab.
Disebutkan dalam tafsir tersebut, yakni mereka menyebutkan bahwa ‘Amr bin al-‘Ash pernah diutus untuk menemui Musailamah al-Kadzdzab. Hal itu berlangaung setelah pengutusan Rasulullah (SAW) dan sebelum dia (‘Amr bin al-‘Ash) masuk islam.
Musailamah al-Kadzdzab bertamya kepada ‘Amr bin al-‘Ash, “Apa yang telah diturunkan kepada sahabatmu ini (Rasulullah) selama ini?” Dia menjawab, “Telah diturunkan kepadanya satu surat ringkas namun sangat padat.” Dia bertanya, “Surat apa itu?” Dia (‘Amr) menjawab: (‘Amr bin al-‘Ash membacakan surat Al-‘Ashr).
”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.”
Kemudian Musailamah berpikir sejenak, setelah itu dia berkata, “Dan telah diturkan pula hal yang serupa kepadaku.” Kemudian ‘Amr bertanya kepadanya, “Apa itu?” Musailamah menjawab, (Musailamah membacakan seperti “surat” Warb).
”Hai kelinci, hai kelinci, sesungguhnya kamu memiliki dua telingga dan satu dada. Dan semua jenismu suka membuat galian dan lubang.”
Kemudian dia bertanya: “Bagaimana menurut pandanganmu, hai ‘Amr.” Maka ‘Amr berkata kepadanya, “ Demi Allah, sesungguhnya aku tahu bahwa engkau telah berdusta.”
Wabr adalah binatang sejenis kucing, yang anggota badannya yang paling besar adalah kedua telinga dan dadanya, sedangkan anggota tubuh lainnya kurang bagus. Dengan halusinasi itu Musailamah al-Kadzdzab bermaksud menyusun kalimat yang bertentangan dengan apa yang disampaikan al-Qur-an. Namun demikian, hal tersebut ditolak mentah-mentah oleh seorang penyembah berhala pada saat itu.
Iman asy-Syafi’i (Rahimallah) mengatakan:
“Seandainya manusia mencermati surat ini secara seksama, niscaya surat ini akan mencukupi mereka.”
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.