Gerakan Gotong Royong Kolosal Nasional untuk Bencana di Sumatra Lebih Penting daripada Perdebatan Status Bencana Nasional
SEMANGAT gotong royong adalah kekuatan utama bangsa ini; ia lebih penting dan lebih mendesak daripada mempertentangkan status bencana nasional
Oleh : Sugiyanto (SGY)
Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (HASRAT)
Saya merasa sangat terpanggil untuk menulis artikel ini karena kesedihan mendalam atas musibah banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Pulau Sumatra. Duka para korban adalah duka kita bersama sebagai bangsa. Hingga hari ini, pemerintah belum menetapkan bencana tersebut sebagai bencana nasional, sehingga muncul berbagai desakan agar Presiden Prabowo mempertimbangkan penetapan status darurat bencana nasional.
Pertimbangan untuk menetapkan suatu kejadian sebagai bencana nasional memang harus berlandaskan indikator yang objektif, antara lain luas dampak kejadian, jumlah korban jiwa, besarnya kerugian materi, tingkat gangguan terhadap pelayanan publik, serta kemampuan pemerintah daerah dalam menangani bencana.
Semua parameter tersebut secara jelas diatur dalam kerangka hukum nasional, khususnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, dan ketentuan turunannya yang menegaskan bahwa penetapan status bencana harus dilakukan secara terukur dan berdasarkan analisis situasi.
Saya berpendapat bahwa pemerintah sepenuhnya memahami apa yang seharusnya dilakukan terkait penanganan banjir bandang dan longsor ini. Perdebatan mengenai penetapan status bencana nasional tentu dapat menjadi bagian dari dinamika kebijakan publik, tetapi dalam kondisi musibah sebesar ini, prioritas utama seharusnya adalah tindakan kemanusiaan yang nyata.
Musibah yang terjadi di Pulau Sumatra tersebut sangat besar, mencakup tiga provinsi—Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat—serta menghadirkan kondisi yang sangat memilukan dan menyayat hati. Tidak ada waktu untuk memperpanjang polemik; yang dibutuhkan saat ini adalah kerja kolektif untuk menolong sesama.
Atas dasar ini, saya menyerukan pentingnya Gerakan Gotong Royong Kolosal Nasional untuk membantu saudara-saudara kita di Sumatra. Gerakan ini harus melibatkan seluruh rakyat Indonesia, lembaga pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, organisasi masyarakat, sektor swasta, dan relawan dari berbagai latar belakang. Semangat gotong royong adalah kekuatan utama bangsa ini; ia lebih penting dan lebih mendesak daripada mempertentangkan status bencana nasional.
Sebelumnya, pada Senin 1 Desember 2025, saya telah menulis surat terbuka kepada Gubernur DKI Jakarta, Bapak Pramono Anung Wibowo, agar Pemprov DKI Jakarta membentuk Tim Khusus Bantuan untuk korban banjir dan longsor di Sumatra. Usulan tersebut muncul dari keprihatinan mendalam atas banyaknya korban jiwa, kerusakan lingkungan, dan besarnya kebutuhan penanganan darurat. Pemprov DKI Jakarta bersama BUMD juga telah mengirimkan bantuan sebagai bentuk tanggung jawab moral dan kemanusiaan.
Presiden Prabowo Subianto sendiri telah meninjau sejumlah lokasi terdampak bencana pada Senin, 1 Desember 2025. Dengan menggunakan helikopter, Presiden mendatangi dua titik terdampak, yakni Tapanuli Tengah di Sumatera Utara dan Kutacane di Aceh. Di Tapanuli Tengah, Presiden meninjau dapur umum, posko Basarnas, posko pelayanan kesehatan, dan kegiatan trauma healing bagi warga terdampak.
Dari sisi data resmi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan bahwa jumlah korban meninggal akibat banjir dan longsor tersebut telah mencapai 604 orang berdasarkan pembaruan data Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB pada Senin, 1 Desember 2025 pukul 21.00 WIB. Angka ini menunjukkan betapa besarnya skala bencana dan betapa mendesaknya kebutuhan bantuan.
Penutup dari tulisan ini adalah sebuah harapan dan seruan. Kita sebagai satu bangsa harus bergerak bersama melalui gerakan kolosal nasional yang melibatkan semua pihak. Masyarakat di Sumatra membutuhkan banyak bantuan—dana, logistik, bahan pokok, obat-obatan, alat kesehatan, tenaga relawan, dan dukungan moral.
Di sinilah relevansi nyata dari persatuan kita sebagai bangsa Indonesia, sebagaimana semangat Bhinneka Tunggal Ika yang menyatukan kita dalam satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Presiden Prabowo juga dapat mengimbau seluruh rakyat Indonesia untuk ikut terlibat dalam gerakan kemanusiaan berskala nasional ini.
Segala bentuk tindakan dan gerakan gotong royong harus tetap mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk mekanisme penyaluran bantuan, koordinasi lintas lembaga, dan prinsip akuntabilitas, sebagaimana diatur dalam UU No. 24 Tahun 2007 dan regulasi turunannya. Dengan demikian, gerakan kemanusiaan dapat berjalan tertib, efektif, dan tepat sasaran.
