Ganti 22 Nama Jalan, PDIP : Pengalihan Kegagalan Anies Pimpin DKI

Jalan Bang Pitung Kebayoran. (Ist)

Jakarta, Dekannews - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengganti 22 nama jalan di Jakarta dengan nama tokoh Betawi.   

Anggota DPRD DKI Fraksi PDIP Dwi Rio Sambodo mengatakan kebijakan tersebut sengaja dilakukan untuk pengalihan kegagalan Anies memimpin DKI selama lima tahun.  

Dia mencontohkan, capaian pembangunan rumah susun dari target 232 ribu baru tercapai 1 persen. 

"Penanggulangan banjir yang belum ada 1 kilometer pun dikerjakan dari 17 kilometer dari total 33 kilometer aliran sungai baik dalam bentuk naturalisasi/normalisasi, ruang kelas baru siswa masuk sekolah yang tidak bertambah, Oke Oce yang punya target 200 ribuan tapi baru 6.000 UMKM yang terselesaikan," kata Rio seperti dikutip, Selasa (28/6).  

Rio menilai cara kerja Anies dilakukan secara abstrak namun tanpa hasil kerja yang maksimal. "Persis pola pembangunan ala kolonial yang berpusat di obyek-obyek tertentu," kata Rio.  

Selain itu dia menilai Anies hanya beretorika. Seperti yang terjadi pada dampak kebijakan Pergantian nama jalan. Kebiasaan Anies, kata dia, memudahkan segala urusan namun implementasinya tidak sesuai dengan teori yang disampaikan.  

"Itu kan hanya teori saja tentang rencana penanganan terhadap dampak perubahan jalan, sebagaimana kebiasaan Gubernur Anies yang selalu memudahkan persoalan dengan hanya bermodalkan retorika tapi mangkrak dalam kenyataan realisasinya," lanjutnya.  

Menurut anggota komisi A DPRD tersebut, dampak dari perubahan nama jalan bukan sekadar pembuatan KTP baru, melainkan harus mengubah kartu keluarga, surat tanah, hingga surat izin usaha.   

"Libatkan warga dan komunikasikan dengan warga secara efektif sehingga warga tidak menjadi resah gelisah. Toh ini yang menjadi banyak persoalan tentang macetnya pemekaran wilayah di tingkat RT, RW, maupun kelurahan. Ya karena soal-soal begini. Mosok nggak mengkaji dan belajar dari persoalan sebelumnya," ucapnya.  

Dia menambahkan sebaiknya Pemprov DKI mengkaji secara matang sebelum memberlakukan kebijakan baru. Sebab lanjutnya, pergantian dokumen terkait kependudukan bukan persoalan yang mudah.  

"Tentang surat-surat yang berkaitan dengan kewenangan pemerintah pusat. Itu pertanyaannya gimana hubungan pusat daerah? Karena selama ini seringkali salah sambung dalam mengintegrasikan sinergi pembangunan pusat-daerah. Nggak semudah membalikkan telapak tangan lho. Contoh acuannya hubungan pusat daerah yang telah terjadi selama ini aja," tutup dia. (Zat)