Bawaslu Beberkan 9 Pelanggaran Pemilu yang Kerap Terjadi

Foto Ilustrasi Pemilu 2024

Jakarta, Dekannews - Pelanggaran Pemilu 2024 berpotensi terjadi kapan saja. Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum ( Bawaslu) Puadi mengungkapkan sembilan pelanggaran pemilu yang sering terjadi.

Dia mengkritisi banyaknya pengaturan sanksi pidana dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang dikhawatirkan bisa menimbulkan dampak kriminalisasi berlebihan.

Menurutnya, pelanggaran yang sering terjadi adalah syarat dan verifikasi pencalonan peserta pemilu sesuai prosedur dan melakukan kesalahan penginputan hasil perolehan suara.

"Pelanggaran yang sering terjadi kedua, yaitu dukungan palsu bagi bakal pasangan calon jalur perseorangan. Ketiga adalah pemasangan APK (alat peraga kampanye) tak sesuai ketentuan," ungkap Puadi di Bandung, Rabu (15/3).

Keempat, lanjut kandidat doktor ilmu politik ini, terdapatu upaya pelanggaran fasilitasi anggaran pemerintah untuk kampanye. Kelima, dokumen atau keterangan palsu syarat kencalonan.

Lalu, keenam, kampanye di tempat ibadah atau tempat pendidikan. Ketujuh, mencoblos lebih dari sekali. Kedelapan, ASN (aparatur sipil negara) melakukan perbuatan menguntungkan kandidat.

"Dan kesembilan, adanya politik uang," rinci Puadi.

Dalam tahapan Pemilu 2024 yang tengah berlangsung menurutnya pelanggaran terbanyak terdapat dalam tahapan pendaftaran, verifikasi, dan pendaftaran partai politik (parpol). Dugaan pelanggaran tahapan ini sebanyak 93 dari temuan, dan 41 dari laporan.

"Sedangkan untuk tahapan dukungan bakal calon DPD RI, baru ada 16 dugaan pelanggaran yang berasal dari laporan," sebutnya.

Hingga 10 Februari 2023, Puadi menyatakan, terdapat total 127 dugaan pelanggaran Pemilu 2024 ini sebanyak 91 kasus merupakan temuan Bawaslu dan sisanya 36 kasus dari laporan masyarakat.

Hasil penanganan pelanggaran sebanyak 14 tak diregister, 37 bukan pelanggaran pemilu. Sedangkan yang melanggar adalah terbanyak yakni pelanggaran administrasi pemilu sebanyak 69 kasus.

"Sisanya enam kasus pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya, dan satu kasus pelanggaran kode etik," beber dia.

Puadi mengutarakan, Bawaslu melakukan dua mekanisme dalam menangani pelanggaran pemilu melalui dua cara, yakni penyusunan kajian dan rekomendasi serta melalui sidang pemeriksaan secara terbuka.

"Untuk pemilu, Bawaslu sudah membuat Perbawaslu Nomor 7 dan 8 Tahun 2022. Ada pula Perbawaslu Nomor 31 Tahun 2018 tentang Sentra Gakkumdu," bebernya.

Dalam tindak pidana pemilu, dirinya memberikan masukan, pembentukan Sentra Gakkumdu harus menggunakan dasar hukum Perbawaslu.

Sementara, lanjut dia, pemilihan Gakkumdu berdasarkan peraturan bersama antara Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan.

"Sejauh ini ada dominasi sanksi pidana dengan 77 perbuatan kategori tindak pidana pemilu sesuai UU Pemilu. Hal ini bisa pula membuat dampak kriminalisasi berlebihan," pungkas dia. RED