Ancam Sanksi Guru Intoleran, Disdik DKI Menjamin Keberagaman Di Sekolah
Jakarta, Dekannews - Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta menjamin adanya proses edukasi tentang keberagaman dan sikap saling menghargai di seluruh sekolah Ibu Kota.
Kepala Suku Dinas (Kasudin) Pendidikan Jakarta Barat Junaedi menyatakan, proses edukasi tentang keberagaman dan saling menghargai sangat dibutuhkan bagi sekolah di DKI Jakarta, khususnya di Sudindik Wilayah 2 JB, karena Jakarta merupakan miniatur NKRI.
"Proses yang dilakukan adalah dengan menanamkan dan menumbuhkembangkan rasa keberagaman antar satu guru dengan guru lainnya, antara satu peserta didik dengan peserta didik lainnya, melalui aktivitas rutin yang dikondisikan sebagai budaya atau kebiasaan di setiap satuan Pendidikan," ujar Junaedi.
Organisasi perangkat daerah (OPD) tersebut tidak mentolerir terkait guru intoleran di sekolah. Apabila terbukti, pihaknya tidak akan segan-segan memberikan sanksi tegas sesuai ketentuan yang berlaku.
"Tentunya dengan penelusuran terlebih dahulu untuk mencermati permasalahannya, selanjutnya kita koordinasikan bersama dengan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Bidang PTK," katanya.
Sub Koordinator Humas dan Kerja Sama Antarlembaga Disdik DKI Jakarta Taga Radja Gah menjamin tidak akan ada lagi pemaksaan terkait dengan atribut-atribut keagamaan di sekolah. Sebab tumbuh dan berkembangnya keberagaman di sekolah diperlukan untuk kenyamanan saat kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung di sekolah.
“Untuk sanksi tegas nantinya juga berlaku bagi seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI khususnya di bidang pendidikan,” kata Taga pada Senin (15/8/2022).
Hal itu dikatakan Taga untuk menyikapi 10 sekolah yang disebut Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta bermasalah karena intoleran. Persoalan itu diungkap PDI Perjuangan saat rapat kerja dengan Disdik pada Rabu (10/8/2022) lalu.
"10 sekolah yang diberitakan saat ini adalah hasil inventarisir dari Fraksi PDIP dari tahun 2020 sampai terakhir saat ini (2022),” ujar Taga.
Menurutnya, kasus yang sudah terbukti terjadi pelanggaran sudah ditindaklanjuti dengan penjatuhan hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan untuk kasus terbaru saat ini masih didalami oleh tim, namun dipastikan anak-anak tetap bersekolah.
Taga menjelaskan, ada dua regulasi yang mengatur soal penggunaan seragam dan atribut di sekolah. Aturan itu adalah Permendikbud Nomor 45 tahun 2014 tentang Seragam Sekolah dan Pergub DKI Jakarta Nomor 178 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah.
Kebijakan itu kemudian disosialisasikan Disdik DKI Jakarta melalui Surat Edaran Nomor 83/SE/2015 tentang Pakaian Dinas Bagi Pendidik, Tenaga Pendidik dan Pakaian Seragam Sekolah dan Olahraga bagi Peserta Didik. Dalam aturan itu, kata Taga, tidak ada pasal yang mewajibkan para pelajar untuk memakai atribut keagamaan di sekolah.
“Jadi tidak ada pasal yang menyebutkan kata wajib, tapi dapat disesuaikan dengan agama, keyakinan, dan keterpanggilan peserta didik yang bersangkutan,” ucapnya.
Dia menambahkan, edukasi tentang keberagaman dan sikap saling menghargai diberikan kepada 2.008 sekolah negeri dan 6.837 sekolah swasta. Sasarannya adalah 41.658 guru di sekolah negeri dan 52.404 di sekolah swasta.
“Edukasi ini juga diberikan kepada 935.457 peserta didik di sekolah negeri dan 718.829 peserta didik di sekolah swasta. Ini tentunya, mempunyai tantangan tersendiri dan dengan adanya masukan, serta pengaduan masyarakat tentu akan kami tindaklanjuti,” imbuhnya. (Zat)