Waspada Kalah di WTO! Dulu Mobnas Timur, Kini Larangan Ekpor Biji Nikel
Sejatinya tujuan Mobnas Timur dan Larangan Ekpor Biji Nikel adalah untuk menjadikan Indonesia negara maju yang bisa setara dengan negara maju lainnya. Untuk program Mobnas Timur kandas di WTO, sedangan Kebijakan Larangan Ekpor Biji Nikel masih dalam proses banding.
Oleh : Sugiyanto
Aktivis Jakarta
Menjadikan Indonesian negara maju dan mensejahterakan rakyat merupakan keinginan kita semua. Sehingga langkah pemerintah untuk tujuan ini patut didukung oleh rakyat Indonesia.
Pada era 1990-an, ada keinginan pemerintah membuat Mobil Nasional (Mobnas) Teknologi Industri Mobil Rakyat (Timor) atau Mobnas Timur. Pada waktu itu PT Timor Putra Nasional milik Tommy Soeharto menggandeng produsen mobil Korean Internasional Automotive (KIA) dari Korea Selan.
Program Mobnas Timur ini dianggap diskriminatif sehingga Jepang, Uni Eropa, dan Amerika mengajukan gugatan ke Word Trade Organisation (WTO), dan akhirnya kalah di Organisasi Perdagangan Dunia ini.
Hal yang sama juga terjadi pada kebijakan larangan ekpor biji nikel. Uni Eropa menggugat kebijakan ini dan Indonesia kalah di WTO. Dalam final panel report WTO (17/10/2022) diketahui kebijakan Indonesia ini telah melanggar Pasal XI.1 General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) XX (d) GATT 1994.
Dalam Pasal XI:1 GATT 1994, negara anggota WTO dilarang untuk melakukan pembatasan selain tarif, pajak dan bea lain, dan bukan pembatasan lain termasuk kuota dan perizinan impor atau penjualan dalam rangka ekspor. Larangan pembatasan sebagaimana diatur dalam Pasal XI:1 GATT 1994 ini diatur dengan sangat umum.
Sejatinya tujuan Mobnas Timur dan Larangan Ekpor Biji Nikel adalah untuk menjadikan Indonesia negara maju yang bisa setara dengan negara maju lainnya. Untuk program Mobnas Timur kandas di WTO, sedangan Kebijakan Larangan Ekpor Biji Nikel masih dalam proses banding.
Pasca kekalahan Mobnas Timur di WTO, dampaknya sangat besar. Para kreditur yang akan membiayai program ini menarik kembali komitmennya. Program Mobnas pun jadi berantakan. Sampai saat ini belum ada mobil nasional yang menjadi kebanggaan kita dan diproduksi secara massal di negeri ini
Padahal program Mobnas Timur bertujuan untuk transfer teknologi yang diharapkan bisa membantu industri mobil nasional Indonesia dalam rangka meningkatkan mutu kehidupan.
Sedangkan pada larangan eksport biji nikel adalah untuk tujuan hilirisasi tambang di Indonesia demi meningkatkan nilai tambah. Tampa adanya hilirisasi Indonesia tak akan menjadi negara besar yang bisa bersaing dengan negara-negara maju lainnya.
Terkait dengan kekalahan di WTO, saat ini Indonesia Indonesia telah resmi mengajukan banding atas putusan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang menyatakan kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi nikel melanggar peraturan Internasional.
Yang pasti larangan ekpor biji nikel ke uni Eropa lebih menguntungkan Indonesia. Salah satunya yakni biji nikel yang akan diekspor akan diubah menjadi komoditas yang lebih bernilai. Hilirisasi nikel juga akan memberikan dampak ekonomi dimasyarakat yang bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat. Selain itu hilirisasi nikel juga
berkontribusi menjadikan surplus neraca perdagangan Indonesia hingga berkisar 50,99 miliar dolar AS di tahun 2022.
Semoga pemerintah telah memiliki strategi jitu untuk memenangkan banding di WTO. Pemerintah perlu waspada! Hal ini penting lantaran dampak dari kekalahan di WTO akan sangat besar yakni dapat menghambat hilirisasi industri tambang lainnya. Kasus Mobnas Timur yang kalah di WTO bisa dijadikan rujukan pengalaman bagi pemerintah.
The End