Sjafrie Sjamsoeddin, Sang Jendral Pemberani

Foto: IST/INT – Jenderal (Kehormatan) Purnawirawan, Menteri Pertahanan RI Sjafrie Sjamsoeddin – Sugiyanto (SGY)–Emik

IA bukan tipe pemimpin yang banyak berbicara demi popularitas, melainkan lebih mengutamakan tindakan nyata yang berdampak.

Oleh : Sugiyanto (SGY)
Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (HASRAT)

Pada tanggal 10 Agustus 2025, Presiden RI Prabowo Subianto menganugerahkan pangkat Jenderal TNI Bintang Empat (Kehormatan) Purnawirawan kepada sang jenderal pemberani, Sjafrie Sjamsoeddin. Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk apresiasi atas dedikasi dan pengabdiannya di bidang pertahanan dan militer. Sebelumnya, pangkat terakhir Sjafrie Sjamsoeddin adalah Letnan Jenderal TNI (Purn.).

Penganugerahan tersebut dilaksanakan dalam Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Lapangan Suparlan Pusdiklatpassus, Batujajar, Bandung, Jawa Barat, pada Minggu pagi, 10 Agustus 2025. Menurut saya, penghargaan ini sangat tepat dan layak diberikan. Sjafrie Sjamsoeddin adalah sosok yang cakap dalam bertugas, loyal kepada pimpinan, serta dikenal bertanggung jawab dalam setiap amanah yang diembannya.

Jenderal pemberani, peraih Adhi Makayasa saat kelulusan dari Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia itu, dikenal sebagai sosok yang tenang tetapi tegas — sebuah gambaran yang melekat kuat pada diri Sjafrie Sjamsoeddin. Ia bukan tipe pemimpin yang banyak berbicara demi popularitas, melainkan lebih mengutamakan tindakan nyata yang berdampak. Keberaniannya terbukti dalam berbagai fase kariernya, baik sebagai perwira TNI, saat memimpin pengamanan presiden, maupun kini ketika menjabat sebagai Menteri Pertahanan.

Sjafrie dibesarkan dalam lingkungan militer sejak awal. Ia lahir di Makassar pada 30 Oktober 1952. Jenderal (Kehormatan) Purnawirawan Sjafrie Sjamsoeddin merupakan teman seangkatan Presiden RI Prabowo Subianto semasa taruna Akabri Darat di Lembah Tidar, Magelang. Sjafrie masuk akademi pada tahun 1971 dan lulus bersama Prabowo pada tahun 1974.

Setelah itu, Sjafrie dan Prabowo bergabung dengan Kopassus, korps pasukan khusus TNI. Selama kariernya, ia memimpin berbagai operasi penting di Timor Timur, Aceh, hingga Papua, yang menunjukkan dedikasi tinggi terhadap tugas militer dan keamanan negara.

Di mata rakyat dan rekan seangkatannya, kepemimpinan Sjafrie sangat dihormati. Ia dikenal sebagai “Pak SS” oleh bawahannya. Julukan “Pak SS” ini jelas mencerminkan rasa hormat, ketegasan, dan kedekatan kepemimpinan dengan para prajuritnya. Ketika dipercaya memimpin Paspampres (Pasukan Pengamanan Presiden) pada era Presiden Soeharto, reputasinya sebagai sosok yang dapat diandalkan semakin menguat.

Salah satu peristiwa paling mengesankan yang menggambarkan keberaniannya terjadi pada 22 Oktober 1995 di Hotel Waldorf Towers, New York. Saat itu, Presiden Soeharto menghadiri sidang PBB sebagai Wakil Ketua OKI. Perdana Menteri Israel, Yitzhak Rabin, datang bersama tim pengawal dan agen Mossad untuk bertemu Soeharto. Namun, pengawalnya menolak menaati protokol Paspampres.

Dalam situasi yang memanas itu, Sjafrie yang memimpin Paspampres tetap bersikeras mempertahankan prosedur pengamanan. Ketegangan meningkat ketika seorang agen Israel menarik senapan otomatis Uzi dan mengancam keselamatan. Situasi ini tentu sulit ditebak ujung penyelesaiannya.

Dalam kondisi genting tersebut, Sjafrie dengan cepat merespons secara refleks dengan menarik pistolnya dan menodongkannya ke arah pengawal itu. Ketegangan yang memuncak tersebut tidak berujung pada baku tembak; sang agen akhirnya menurunkan senjata dan meminta maaf. Setelah insiden itu, Rabin dikawal menuju kamar Presiden Soeharto dan pertemuan berlangsung sekitar 15 menit.

Kisah ini bukan sekadar anekdot heroik — ia mencerminkan prinsip dasar pengamanan kenegaraan. Artinya, protokol, disiplin, dan keberanian dalam menjaga supremasi kedaulatan negara harus menjadi prioritas. Sebagai pengawal presiden, Sjafrie tidak tunduk pada tekanan dari pengawal asing yang meremehkan aturan.

Tindakan Sjafrie tersebut sangat logis dalam konteks keamanan kenegaraan. Dalam situasi seperti ini, jika Paspampres mengizinkan siapa pun melanggar prosedur, hal itu dapat merusak integritas perlindungan terhadap kepala negara.

Karier Sjafrie kemudian terus menanjak. Setelah era Paspampres, ia menjabat sebagai Komandan Kodam Jaya, kemudian sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan, lalu sebagai Wakil Menteri Pertahanan (2010–2014) dalam pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Setelah purnawirawan, ia tetap aktif, termasuk menjadi asisten khusus di Kementerian Pertahanan sebelum akhirnya diangkat sebagai Menteri Pertahanan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 21 Oktober 2024. Hubungannya dengan Prabowo bukan sekadar profesional. Dalam banyak hal, Sjafrie dan Prabowo tampak saling memahami, saling mendukung, saling membantu, dan bekerja sama erat.

Jenderal (Kehormatan) Purnawirawan Sjafrie Sjamsoeddin dan Presiden RI Prabowo Subianto telah dekat sejak masa akademi militer. Kedekatan ini menjadi fondasi kepercayaan yang kuat, termasuk dalam kerja sama di bidang pertahanan dan urusan strategis lainnya.

Di jabatannya sekarang, Sjafrie bukan hanya simbol militer yang tegas, tetapi juga figur sipil-militer yang berwawasan kebijakan. Pada 16 Desember 2024, ia diangkat sebagai Ketua Pelaksana Dewan Pertahanan Nasional yang punya tugas strategis menyusun kebijakan pertahanan jangka panjang.

Nilai-nilai kepemimpinannya — ketenangan dalam menghadapi krisis, ketegasan dalam mempertahankan mekanisme, serta keberanian dalam menghadapi konfrontasi — menjadi ciri khas yang menonjol pada dirinya. Fakta inilah yang membuat banyak rakyat mendukung Sang Jenderal Pemberani, Sjafrie Sjamsoeddin. Mereka melihat dirinya bukan sekadar sebagai mantan perwira, melainkan sebagai pemimpin yang mampu menjaga kedaulatan negara dan mempertahankan harga diri bangsa.

Alasan mengapa rakyat mendukung dan “bersedia membantu” (atau setidaknya menghormati) kepemimpinan Sjafrie sangatlah logis. Jenderal (Kehormatan) Purnawirawan Sjafrie Sjamsoeddin menjadi jembatan antara militer lama yang dikenal kuat dan disiplin dengan harapan pertahanan modern yang profesional dan terhormat.

Karena pengalaman Jenderal (Kehormatan) Purnawirawan Sjafrie Sjamsoeddin yang panjang dan diuji dalam situasi krisis—seperti insiden Rabin—ia menunjukkan bahwa keberanian sejati bukan hanya soal tembak-menembak, tetapi juga soal integritas protokoler, tanggung jawab diplomatik, dan loyalitas pada prinsip negara.

Dengan semua rekam jejak tersebut, panggilan “Jenderal Pemberani” bagi Jenderal (Kehormatan) Purnawirawan Sjafrie Sjamsoeddin bukan sekadar pujian retoris, melainkan deskripsi yang berdasar. Sjafrie Sjamsoeddin adalah sosok yang tenang namun tegas; hampir terlibat baku tembak, namun selalu mengedepankan diplomasi. Selain itu, Jenderal (Kehormatan) Purnawirawan Sjafrie Sjamsoeddin bukan jenderal yang banyak retorika, melainkan sosok yang menekankan tindakan konkret.

Semua uraian di atas itulah yang membuat Jenderal (Kehormatan) Purnawirawan Sjafrie Sjamsoeddin disukai rakyat dan dipercaya memikul tanggung jawab besar sebagai Menteri Pertahanan. Dengan demikian, saya berdoa semoga Sang Jenderal Pemberani Sjafrie Sjamsoeddin selalu diberikan umur panjang, kesehatan, kesuksesan, serta dimudahkan segala urusannya dalam membantu Presiden RI Prabowo Subianto. Aamiin.