Sepakat dengan Pernyataan Wagub Soal Tolak Politik Uang, Pengamat Pemilu Minta Bawaslu Punya Konsep Pencegahan Politik Uang
Jakarta,Dekannews- Terkait pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria yang mendorong masyarakat untuk ikut terlibat mencegah dan menolak segala bentuk pelanggaran pemilu, termasuk politik uang, ditanggapi berbagai pihak
Salah satunya oleh Pengamat Pemilu dari Rumah Demokrasi Ramdansyah yang mengaku mendukung pernyataan tersebut.
"Saya mendukung pernyataan Wagub DKI Jakarta, dalam pilkada. Selaku mantan ketua Panwaslu DKI Jakarta, saya meminta kepada Bawaslu harus mempunyai konsep yang jelas tentang politik uang. Sehingga dapat disosialisasikan kepada masyarakat banyak," ujar Pengamat Pemilu Ramdansyah, Senin (23/5/2022).
Seperti diketahui saat menghadiri apel Siaga Kesiapan Pengawas Pemilu di Tebet Eco Park, Jakarta Selatan, yang digelar oleh Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi DKI Jakarta, Senin (23/5/2022), Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan kegiatan tersebut dapat dijadikan momentum untuk melakukan edukasi kepada masyarakat.
Agar dapat meningkatkan kepedulian publik. Sekaligus bisa mendorong mereka untuk berpartisipasi pada pelaksanaan pemilu secara aktif dan bertanggung jawab.
Proses edukasi ini dapat dilakukan dengan mendorong masyarakat untuk ikut terlibat mencegah dan menolak segala bentuk pelanggaran pemilu, termasuk politik uang.
"Seperti halnya praktik politik uang yang kerap terjadi. Tentunya ini bukan pekerjaan mudah, tapi saya yakin kita bisa wujudkan yang terbaik dalam Pemilu 2024," jelas Wagub dalam sambutannya.
Lebih lanjut Ramdansyah mengatakan
dengan konsep yang jelas tentang politik uang, maka kemudian penyelenggara pemilu bisa punya program untuk antisipasi.
"Dari konsep kemudian punya program. Programnya apa? yang utama itu program pencegahan politik uang. Karena politik uang itu kejahatan kerah putih," ujarnya.
Ramdansyah yang juga merupakan lulusan Kriminolog UI menyatakan bahwa politik uang adalah bagian dari kejahatan kerah putih. Dimana sangat sulit untuk kemudian dideteksi dan kemudian ditindak.
"Jadi dengan konsep yang jelas, kemudian disosialisasikan. Kemudian bisa dilakukan pencegahan," ujarnya.
Ramdansyah menambahkan bahwa sebenarnya, politik uang itu dapat muncul ketika di awal. Yakni ketika rekrutmen penyelenggara sebenarnya.
"Kita kedalam dulu, jangan keluar. Jadi Kemudian melakukan pencegahan penyelenggara atau timsel. Sekarang inikan baru dibentuk timsel Bawaslu, kemudian nanti KPU. Maka kemudian tidak boleh ada politik uang dalam proses rekrutmen. Dengan imbalan balas jasa," beber Ramdansyah.
Disinggung apakah ada potensi penyelenggara yang bayar atau nyogok?
Ramdansyah mengatakan itu bisa saja potensi terjadi politik uang.
"Karena terkait kerjaan, inikan cari kerja bukan pada idealisme," terang Ramdansyah.
Yang kedua potensi politik uang bisa terjadi karena partai politik, calon peserta pasti ingin terpilih. Dia melakukan proses ijon.
"Untuk menanam penyelenggara sebagai anak buahnya. Sehingga kemudian dapat mempengaruhi keputusan," ujar Ramdansyah. "Kalau kemudian dari awal sudah tidak bersih bagaimana mau membersihkan," imbuhnya.
Dengan itu jelas Ramdansyah, kita punya idealisme untuk melakukan penindakan terhadap politik uang.
"Kalau dari awal rekrutmen sudah dilakukan dengan bersih. Saat ini timsel baru dibentuk," ujarnya.
Saat ditanya terkait Pj Gubernur DKI Jakarta? Ramdansyah mengatakan, terkait calon Pj Gubernur DKI Jakarta,
harus kemudian perhatikan Kemendagri bisa kemudian sesuai dengan UU pemilu atau UU Pemda.
"Misalkan dia harus eselon I. Kemudian harus seperti itu. Intinya tidak bisa dari luar," jelas Ramdansyah.
Saat ditanya apakah pilih orang pusat atau daerah untuk Pj Gubernur DKI Jakarta? Ramdansyah mengatakan ia lebih memilih pusat.
"Saya lebih milih Pj Gubernur dari pusat, maksudnya gini Pj Gubernur itu adalah kepanjang tanganan dari pemerintah pusat. Bukan election (pemilihan) dia seleksi, dipilih langsung oleh Mendagri atas seizin Presiden. Jadi saya lebih memilih yang kepanjangtanganan dari Presiden karena dia kan menjadi kepanjangtanganan. Sehingga kemudian Roda pemerintahan itu bisa berjalan," beber Ramdansyah.
"Jadi intinya ini bentuknya adalah pilihan bukan pemilihan. Sehingga kemudian orang yang dipilih akan membantu pemerintah pusat. Tapi kemudian pertanyaannya apakah nanti bisa tidak netral. Jawabannya itu, ada UU Pemda, memberikan petunjuk mana yang boleh dan tidak. Misalnya soal mutasi. Selama 6 bulan tidak boleh mutasi. Dia harus seizin Kemendagri. Kemudian tidak boleh membuat keputusan sangat substantif," imbuhnya.
Kemudian pengawasan jelas Ramdansyah, harus tetap dilakukan.
"Tadi oleh penyelenggara, oleh Bawaslu ,
Legislatif, media dan masyarakat. Harus mantau Pj Gubernur. Jangan kemudian terjadi pembiaran terhadap kebijakan-kebijakan yang substantif," pungkasnya. (tfk)