Lantik KPU dan Bawaslu, Rumah Demokrasi Dukung Kepastian Hukum untuk Penyelenggara Pemilu

Pimpinan Rumah Demokrasi Ramdansyah(ist)

Jakarta,Dekannews-Pimpinan Rumah Demokrasi Ramdansyah memberikan apresiasi kepada Presiden RI yang telah melantik KPU dan Bawaslu hari ini. 

“Ini menandakan tidak adanya penundaan Pemilu 2024. Apalagi setelah hari ini ini ada Rapat Dengar Pendapat DPR RI dengan kedua Penyelenggara”. Ia menyoroti sejumlah hal terkait dengan kesiapan Pemilu 2024. 

Ramdansyah juga menyoroti, tentang putusan MK yang diajukan oleh Arief Budiman dan Evi Novida Ginting. Terkait dengan keputusan DKPP yang bersifat final dan mengikat. 

"Itu pernah diputuskan pada ketika saya uji materi tahun 2013-2014. Waktu itu sudah diputuskan oleh MK dan kemudian ketika dalam Surat presiden kepada DPR dan juga naskah akademik, pasal mengenai
Keputusan DKPP bersifat final dan mengikat itu kan diterima apa namanya bersyarat bahwa putusan tidak lagi sebagai putusan pengadilan. Tapi lebih kepada rekomendasi jadi yang frase nya harus diganti," jelas Ramdansyah.

Ia menjelaskan, ketika putusan DKPP bersifat final dan mengikat itu ada preseden seolah-olah keputusan DKPP ini bersifat final dan mengikat kepada semua lembaga, misalkan terhadap pengadilan tata usaha negara. "DKPP tidak bisa mengintervensi putusan pengadilan lainnya karena sifat final dan mengikat pertama harus dibaca sebagai rekomendasi. Bukan putusan yang memang pengadilan karena DKPP
Sebagai lembaga etik bukan lembaga peradilan," jelas Ramdansyah. 

Kemudian mengikat dan final itu pada siapa? Bukan pada lembaga diluar DKPP. Tapi lebih kepada misalnya pihak presiden dan KPU maupun Bawaslu terhadap
anggotanya.  Sehingga ini putusan pejabat pun tidak bisa dimaknai sebagai putusan lembaga peradilan yang semuanya harus patuh dan dipatuhi semua elemen, baik itu DKPP sendiri maupun lembaga lain.

"Jangan kemudian putusan DKPP kemudian lembaga pengadilan negara, wajib mematuhi peraturan DKPP. Tidak bisa. Karena ini sudah ada presedennya dan ini MK juga pernah mengingatkan itu." jelas Ramdansyah.

Kemudian, ia juga mengingatkan pentingnya sinkronisasi yang sudah diputuskan MK, itu diterima dan harus muncul
"Yang berikut adalah terkait dengan adanya payung hukum. Ini menarik karena terkadang ketika antara peraturan KPU dengan UU. Nah peraturan KPU dan peraturan Bawaslu sebagai tindak lanjut dari UU itu harus sinkron," ujar Ramdansyah.

Contoh saya sampaikan  ada beberapa sistem informasi manajemen yang dilakukan oleh KPU dalam peraturan KPU. Misalnya Sipol atau Situng, dan  kemudian ada sistem informasi lainnya, ada 9 seingat saya.  Ini kemudian hanya dua disebutkan dalam UU. Saya berharap DPR juga mengakomodir mana kira-kira sistem informasi yang wajib masuk dalam UU itu harus wajib muncul," jelasnya. KPU juga diminta untuk mengsingkronkan dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dimana perangkat keras KPU harus memiliki standar yang dapat menjaga keamanan data peserta Pemilu dan masyarakat. 

Kalau tidak ada payung hukum  yang lebih tinggi bagi sistem informasi bagi KPU dan Bawaslu, maka Peraturan KPU dan Peraturan Bawaslu akan mudah dibatalkan. "Karena ketika digugat ke MA dan dibatalkan oleh MA, maka tidak ada kepastian hukum," jelas Ramdansyah.

Asas kepastian hukum menurutnya sangat penting. Menjadikan perlindungan terhadap warga negara. Terutama mereka yang menjadi peserta pemilu. 

"Idealnya, keberadaan lembaga peradilan yang banyak perlu peradilan Pemilu tersendiri. Jangan seperti sekarang ada peselisihan hasil Pemilu di MK,  peradilan etika di DKPP, peradilan sengketa peserta dengan KPU di Bawaslu, peradilan pidana Pemilu di Pengadilan Umum. Ia mencontohkan kerumitan akibat keragaman peradilan Pemilu. Ketika KPU menetapkan hasil setelah diputuskan oleh MK. Lucunya ketika KPU yang hanya menjalankan keputusan MK, ternyata penetapannya  digugat lagi di PTUN itu kapan selesai. Ada banyak lembaga peradilan yang menangani Pemilu Ini harus disatukan dalam Peradilan Pemilu." pungkasnya. 

Ramdansyah menyampaikan sejumlah pokok pikirannya dalam live dialog di Radio Elshinta Selasa 12 April 2022 sebelum pelantikan anggota KPU dan Bawaslu oleh Presiden Presiden Jokowi.(tfk)