PERAYAAN IMLEK ADALAH TRADISI BUDAYA ENTITAS TIONGHOA SESUAI KEPPRES NO 19 TAHUN 2001

Aktivis Tionghoa, Adian Radiatus-(Foto-Ist)

Jadi bilamana aliran filosofi atau agama  Konghucu menyatakan Imlek adalah hari raya Tahun Baru bagi umatnya, maka itu tidaklah berarti semua orang Tionghoa beragama Konghucu, karena sepanjang yang bersangkutan adalah sebuah keluarga Tionghoa meskipun berlainan agama maka baik dalam skala kecil maupun besar turut merayakan datangnya Tahun Baru Imlek ini.

 

Oleh : Adian Radiatus
Aktivis Tionghoa

Warga Tionghoa Indonesia pasca reformasi khususnya sejak terbitnya KEPRES no 19 tahun 2001 yang memperbolehkan perayaan hari raya tradisi Imlek sebagaimana di rayakan oleh orang-orang Tionghoa di berbagai belahan dunia sungguh merupakan rahmat keadilan dan kebahagiaan atas kesetaraan hak berbudaya tradisi yang sudah turun temurun ditanah air tercinta ini.

Memang sejatinya bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu turut melestarikan suatu budaya yang memperkaya khasanah kehidupan rakyat meski sekecil apapun eksistensinya.

Perjalanan sejarah ribuan tahun perayaan Imlek tentu sudah banyak ditulis dan terdokumentasikan dengan baik, namun pengulangan tradisi-tradisi demikian relevan dari masa ke masa yang menandakan besar dan pentingnya sebuah budaya yang menyimpan nilai-nilai hakiki hubungan kekerabatan dan persahabatan dalam dimensi ragam kultural itu sendiri.

Dalam kaitan ini maka perayaan Imlek yang merujuk pada pergantian tahun berdasarkan perhitungan penanggalan bulan dan dikenal dengan simbol pergantian 'Shio' yang berotasi diantara dua belas nama hewan itu, sama sekali tidak identik dengan perayaan sesuatu agama manapun.

Jadi bilamana aliran filosofi atau agama  Konghucu menyatakan Imlek adalah hari raya Tahun Baru bagi umatnya, maka itu tidaklah berarti semua orang Tionghoa beragama Konghucu, karena sepanjang yang bersangkutan adalah sebuah keluarga Tionghoa meskipun berlainan agama maka baik dalam skala kecil maupun besar turut merayakan datangnya Tahun Baru Imlek ini.

Sujud hormat pada orang tua memohon maaf, membagi dan mendapat 'angpao', saling mengucap 'gong xi' , makan bersama keluarga, kerabat dan handai taulan, kemeriahan kembang api, pernak pernik imlek, kue keranjang, barongsai dan liong juga sembahyang leluhur atau berdoa menurut agamanya adalah sederetan aktifitas yang mencatatkan sebuah kultur yang humanis dan beradab. 

Sehingga disebabkan demikian kentalnya perayaan ini juga dirasakan masyarakat non Tionghoa yang dengan rasa kebersamaan yang tulus juga turut bergembira atas perayaan Imlek atau 'Sin Cia' ini diberbagai daerah setempat bahkan hingga dipeloksok tanah air. 

Jalan panjang rintangan telah dilalui warga Tionghoa Indonesia dalam memperoleh haknya yang paling azasi, yaitu kebebasan melaksanakan kegiatan budaya tradisinya ( bukan agama ) secara penuh dengan resmi berdasarkan Keputusan Presiden No 19 Tahun 2001...

The End.