Kebijakan Heru terkait WFH dan PJJ Dinilai SGY hanya Menakuti Masyarakat

Kondisi udara Jakarta (ist)

Jakarta, Dekannews-Kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang akan menerapkan sistem kerja Work From Home (WFH) atau bekerja dari rumah bagi 50% Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Pemprov DKI dan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) bagi siswa, akibat buruknya kualitas udara di Jakarta serta menjelang pelaksanaan KTT ASEAN, mendapat reaksi dari berbagai kalangan.

Pengamat Kebijakan Publik Sugiyanto menilai kebijakan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono terkait WFH dan PJJ adalah keputusan keliru dan ngawur, bahkan terkesan menakuti - nakuti masyarakat pasca pandemi Covid 19.

Sebab, kebijakan itu sama sekali tidak menyentuh akar persoalan yang menjadi penyebab buruknya kualitas udara di Jakarta.

“Akar persoalan buruknya udara di Jakarta itu ada dua, yakni emisi gas buang dari kendaraan bermotor yang jumlahnya telah melampaui kapasitas jalan di Jakarta, dan polisi dari asap pabrik,’ kata Sugiyanto di Jakarta Senin (21/8).

Selain itu, pria yang biaaa disapa SGY ini berpandangan, saat ini Jakarta telah memasuki musim kemarau dan udara sangat panas, sehingga konsentrasi polutan di udara tidak terurai.

“Dengan menerapkan WFH dan PJJ, Heru sama sekali tidak menyelesaikan masalah buruknya kualitas udara itu, tapi justru hanya membuat masalah baru karena dengan menerapkan WFH kepada ASN, otomatis pelayanan yang mereka berikan kepada masyarakat akan terganggu,” kata Sugiyanto.

Ia mengingatkan bahwa saat ini jumlah kendaraan bermotor milik warga Jakarta, baik sepeda motor maupun mobil, berjumlah 26 juta unit. Ini belum ditambah dengan kendaraan dari daerah lain yang lalu lalang di Jakarta, baik yang hanya melintas maupun yang singgah.


Kalau hanya WFH dan PJJ, tegas Sugiyanto, sementara kendaraan-kendaraan itu tetap berlalu lalang, kualitas udara di Jakarta tetap akan buruk jika ketiga faktor itu tidak dibenahi.

“WFH bisa efektif dilakukan asalkan menyeluruh, tidak hanya diberlakukan kepada ASN. Tepatnya, lockdown, sehingga tak ada kendaraan yang berlalu lalang di Jakarta dan yang dari berbagai daerah tidak bisa masuk," kata Sugiyanto.

Namun apabila lockdown diterapkan, kata Sugiyanto, dampaknya sangat luar biasa bagi perekonomian dan aktivitas masyarakat.

Maka, menurut Sugiyanto, solusi yang pas untuk mengatasi buruknya udara Jakarta adalah sebagai berikut:

Untuk jangka pendek

a. Buat hujan buatan selama musim kemarau agar konsentrasi polutan di udara Jakarta, terurai

b. Lakukan uji emisi secara rutin terhadap semua kendaraan yang berlalu lalang di Jakarta


c. Lakukan inspeksi terhadap pabrik-pabrik untuk memastikan gas buang dari hasil industrinya tidak melampaui batas.

Untuk jangka menengah dan panjang

a. Batasi jumlah kendaraan di Jakarta

b. Pindahkan pabrik-pabrik yang berada di dekat pusat kota, ke daerah lain.

Sugiyanto mengungkapkan, untuk melaksanakan solusi-solusi itu, Pemprov DKI harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat karena untuk pemindahan pabrik misalnya, terkait dengan penanaman modal asing (PMA) yang izinnya berada di kementerian. 

Pembatasan jumlah kendaraan pun harus dikoordinasikan dengan pemerintah pusat karena izin industri otomotif diterbitkan oleh kementerian.

“Nah, pertanyaannya, mampukah Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Heru melakukan koordinasi untuk melaksanakan solusi-solusi itu?” tanya Sugiyanto.(tfk)