Diskusi 100 Hari Kerja, Pj Gubernur Heru Budi Dinilai Kurang Peduli Masalah Kemiskinan di Jakarta
Jakarta, Dekannews – Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dinilai kurang peduli terhadap masalah kemiskinan di Jakarta, sehingga upaya Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) untuk berdialog dengannya, gagal total.
“Dua kali kami melakukan aksi di Balaikota untuk mendapatkan perhatian Pak Heru, tapi gagal,” ujar Ketua DPW SPRI DKI Jakarta, Puspa Yunita, dalam diskusi bertajuk Evaluasi 100 Hari Kerja Pj Gubernur DKI Jakarta: “Implementasi SDG’S Di Jakarta Masalah Kunci dan Gagasan Perbaikan” di kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (25/01).
Selain Puspa, Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar) Sugiyanyo juga menjadi pembicara dalam diskusi ini.
Puspa mengatakan, pihaknya ingin bertemu Heru untuk mendiskusikan masalah kemiskinan di Jakarta, karena selain jumlah penduduk miskin di Ibukota ini meningkat menjadi 500.000 jiwa berdasarkan data BPS tahun 2022, juga karena dari jumlah itu 146.000-an di antaranya masuk kategori miskin ekstrem.
Selain itu, dari jumlah penduduk miskin tersebut, 68.000 di antaranya tidak masuk Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial, sehingga tidak mendapatkan bantuan.
“Kami melihat sumber masalah ini antara lain ada pada DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) yang perlu dimutakhirkan, sehingga masyarakat yang seharusnya mendapat bantuan, tidak ada dalam DTKS itu, sehingga bantuan tidak diterima,” ungkapnya.
Puspa menegaskan, jika dapat bertemu Heru, dia juga akan mengajukan tiga tuntutan, yakni mutakhirkan DTKS, berikan subsidi BBM kepada masyarakat miskin, dan meminta Pemprov DKI juga membuat PKH untuk warga Jakarta (PKH Lokal).
Puspa menduga Heru tidak merespon aksi-aksi SPRI, karena Heru pernah mengatakan bahwa program priotasnya selama mengemban sebagai Pj gubernur DKI Jakarta adalah mengatasi macet, banjir dan tata ruang.
Menanggapi hal tersebut, Sugiyanto mengingatkan bahwa pengentasan kemiskinan merupakan salah satu dari 17 tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) yang digagas Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada tahun 2000 dengan agenda awal Millenium Depelopment Goals (MDG’s) sehingga semua negara harus melaksanakannya, termasuk Indonesia dan semua provinsi di dalamnya.
“Kalau pemerintah abai, laporkan saja ke PBB,” kata aktivis yang akrab disapa SGY itu.
Ia menilai, Jakarta merupakan provinsi terkaya di Indonesia dengan nilai APBD mencapai Rp400 triliun dalam rentang waktu antara tahun 2017 hingga 2022, dan Rp83,7 triliun pada tahun 2023.
Dengan APBD sebesar itu, lanjut dia, seharusnya kemiskinan di Jakarta tak boleh ada. Apalagi jika sampai ada yang miskin ekstrem.
“Kalau di sebuah provinsi yang kaya raya terjadi kemiskinan yang bahkan sampai ekstrem, berarti ada yang salah di provinsi itu, dan ini harus segera dibenahi,” katanya.
SGY berharap Pemprov DKI dapat mengelola pemasukan yang didapat dari pajak rakyat, dengan sebaik-baiknya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
“Saya berharap Heru tidak hanya fokus pada masalah banjir, macet dan tata ruang, tetapi juga pada masalah pengentasan kemiskinan, karena ini juga penting,” pungkasnya. (Edi)