Buah Simalakama APBD-P Jakarta Tahun 2020

Aktivis-Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar)-Foto-Ist

MELANJUTKAN HASIL kesepakatan pembahasan hingga menjadi perda APBD-P tahun 2020 melangar aturan, tak melanjutkan  terkendala tidak dapat mengunakan Dana Pemulihan Nasional (PEN) pinjaman Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMF) untuk membiayai proyek-proyek infrastrukur peningkatan layanan air minum, transportasi, pengelolahan sampah, termasuk untuk penanganan Banjir dan Revitalisasi Taman Insmail Marzuki serta Jakarta Internasional Stadium (JIS) di Taman BMW Jakarta Utara. 


Oleh  : Sugiyanto
Aktivis, ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar)

Dimakan bapak mati, tidak dimakan ibu mati, menghadapi keadaan yang serba salah. Apa pun yang dilakukan akan mendatangkan kesulitan. Perumpamaan ini sepertinya cocok untuk mengambarkan masalah pembahasan perubahan APBD tahun 2020 DKI Jakarta. Gubenur DKI Jakarta Anies Bawesdan bagaikan bertemu makanan buah si buah simalakama karena menjumpai dua pilihan yang sulit diputuskan.  

Melanjutkan hasil kesepakatan pembahasan  hingga menjadi perda APBD-P tahun 2020 melangar aturan, tak melanjutkan  terkendala tidak dapat mengunakan Dana Pemulihan Nasional (PEN) pinjaman Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMF) untuk membiayai proyek-proyek infrastrukur peningkatan layanan air minum, transportasi, pengelolahan sampah, termasuk untuk penanganan Banjir dan Revitalisasi Taman Insmail Marzuki serta Jakarta Internasional Stadium (JIS) di Taman BMW Jakarta Utara. 

Dana pinjaman PEN yang sudah dicairkan tahun 2020 untuk DKI Jakarta sebesar Rp. 3,26 Triliun. Merujuk pasal 16 ayat (1), ayat (2), dan Pasal 81 ayat (2),ayat (3) PP N0 56 Tahun 2018 Tentang Pinjaman Daeah dan PP No 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolahan Keuangan Daerah diketahui  bahwa pinjaman daerah harus mendapat persetujan DPRD yang dilakukan pada saat pembahasan Pembahasan Kebijakan Umum -Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS).

Pengunaan dana pinjaman daerah pun harus melalui persetujuan DPRD melalui pembahasan KUA dan PPAS. Nah, disinilah permasalah buah simalakama itu muncul !  Satu-satunya jalan untuk mendapat persejuan dana pinjaman dan pengunaan pinjaman tersebut  hanya melalui pembahasan KUA dan PPAS pada perubahan APBD tahun 2020. Namun menetapkan perda APBD-P tahun 2020 melalui pembahasan perubahan APBD yang telah melewati tanggal 30 September 2020 melanggar peraturan-perundang-undangan. 

Permasalahan APBD-P ini timbul karena keterlambatan Pembahasan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) Perubahan APBD Tahun Anggaran 2020. Rapat pembahasannya baru dimulai pada tanggal, 20-21 Oktober 2020 antara DPRD dan Pemprov DKI Jakarta di Hotel Grand Cempaka, Jalan Raya Puncak, Bogor Jawa Barat.

Dengan demikian maka, DPRD dan Pemprov DKI Jakarta telah lalai menjalankan tugas sesuai jadwal waktu yang telah ditentukan peraturan perundang-undangan,  sehingga terlambat menbahas perubahan APBD tahun  2020. Meskipun pembahasan dilanjutkan, tetapi tetap saja tak berguna, karena pemprov DKI Jakarta dianggap tidak melakukan perubahan APBD untuk tahun anggaran 2020.

Tak ada alasan apapun bagi DPRD dan Pemprov DKI Jakarta untuk berkelit termasuk karena alasan wabah covid-19. Sebab meskipun pandemi melanda DKI Jakarta, semua kegiatan tetap berjalan dan tak menghalangi aktivitas anggota DPRD dan pemprov DKI Jakarta, seperti, kunker dan reses DPRD, sosialisasi perda serta kegiatan lainnya.

Konsekwensi dari keterlambatan pembahasan perubahan APBD tahun 2020, maka Anies harus melaksanakan pengeluaran sebagaimana yang telah dianggarkan dalam APBD tahun anggaran 2020. Apabila Anies dan DPRD DKI Jakarta tetap memaksa menjalankan perda perubahan APBD tahun anggaran 2020, maka tindakan itu  telah nyata-nyata melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Ketentuan tentang perubahan APBD sangat jelas diatur dalam UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolahan Keuangan Daerah serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2019 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2020 Tanggal 11 Juni Tahun 20019.

Uraiannya dapat dilihat pada pasal 317 ayat (1), (2), dan ayat (3) dalam UU N0 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, dan pada Pasal 179 ayat (1), (2) dalam PP No 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolahan Keuangan Daerah. Intinya adalah, batas waktu pengambilan keputusan perda tentang perubahan APBD yang dilakukan oleh DPRD  bersama kepala daerah paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.

Dalam ketentuan aturan pada pasal tersebut diatas juga disebutkan bahwa, apabila DPRD sampai batas waktu  yang ditentukan,  namun DPRD tidak mengambil keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan perda tentang perubahan APBD, maka kepala daerah melaksanakan pengeluaran yang dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan.

Sedangkan dalam lampiran I peraturan Mendagri No 33 Tahun 2019 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2020 Tanggal 11 Juni Tahun 2019 dijelaskan bahwa, dalam hal persetujuan bersama antara Pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD tahun anggaran 2020 ditetapkan setelah akhir bulan September, maka pemerintah daerah tidak melakukan perubahan APBD tahun anggaran 2020 dan kepala daerah  melaksanakan pengeluaran yang dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan.

Dalam pedoman penyususan APBD tahun 2020 tersebut jelas disebutkan bahwa persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD tahun anggaran 2020 ditetapkan paling lambat akhir bulan September 2020.

Semua aturan tentang perubahan APBD tahun 2020 jelas dan terang benderang.  Jakarta tidak melakukan perubahan APBD tahun  2020. Tetapi Jakarta butuh persetujuan DPRD agar dapat mengunakan dana pinjaman PEN sebesar Rp, 3,26 triliun untuk membiayai proyek-proyek infra struktur. Untuk menghadapi keadaan yang serba salah ini (Simalakama), Anies harus memikirkan alternatif solusi lain tampa melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sekarang keputusan ada pada Anies, Masih ada waktu untuk mencari jalan keluar yang tepat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila dia berani menegakan aturan, maka dia akan dikenal sebagai Gubernur taat hukum. Namun sebaliknya bila ketentuan aturan diabaikan, maka akan berdampak negatif  dan dapat menurunkan citra positif  Anies Bawesdan .

 

Jakarta,  5 Nopember  2020