Banyak Peluang Penyelewengan Dana USO, APJII DKI Pinta UU Tarif Internet Direvisi
Jakarta, Dekannews - Pengurus Wilayah Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) DKI Jakarta melakukan diskusi membahas penggunaan Dana universal service obligation (USO) di Gedung Cyber, Jakarta Selatan, Kamis (26/01).
"Kita membahas bagaimana memberikan solusi bagi pemerintah yang prudent, yang faktual dan secara referensi akademis yang teruji di negara-negara lain," terang Ketua Pengurus Wilayah APJII DKI Jakarta Tedi Supardi Muslih, Sabtu (28/01).
Lebih lanjut Tedi mengatakan, atas dasar diatas APJII DKI Jakarta mengusulkan kepada APJII Nasional untuk membuat kajian ke negara-negara yang bagus dalam penggunaan USO. Kajian tersebut nantinya akan dibawa Ke DPR RI agar dapat dilakukan perubahan Undang-Undang tarif subsidi internet.
"Pada tahun 2012 kita melakukan kajian terhadap kontribusi pelaku bisnis kepada pemerintah sebesar 1,25 persen untuk di nol, tetapi tidak bisa karena sudah final di Makamah Konstitusi (MK)," ujarnya.
Alasan untuk perubahan UU tersebut kata Tedi, dana 1,25% banyak peluang tidak patuh hukum yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu seperti yang terjadi dalam kasus BTS 4G Bakti Kementerian Kominfo.
Sekedar diketahui, USO, yang juga dikenal sebagai dana Kewajiban Pelayanan Umum (KPU), dikontribusi oleh pelaku bisnis telekomunikasi yang menyumbang sebesar 1,25% dari pendapatan usaha. Dana ini disetor kepada pemerintah di setiap kuartal.
USO merupakan bentuk kewajiban pemerintah untuk memberikan layanan publik khususnya layanan telekomunikasi dan informasi.
Sementara pelaku usaha di sektor telekomunikasi biasanya memberikan kontribusi kepada pemerintah untuk menyelenggarakan USO, sumbangan ini lebih dikenal dengan dana USO atau KPU (dana Kewajiban Pelayanan Umum).
Sumbangan yang diberikan biasanya sebesar 1,25% dari pendapatan pelaku usaha. Dana ini disetor oleh operator per kuartal ke negara.
Pelaksana dari dana USO adalah Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI).
Rerata dana USO yang terkumpul sekitar 2,5 triliun hingga Rp 3 triliun setiap tahunnya dari pelaku telekomunikasi.
Bakti Kominfo Terjerat Kasus Korupsi
Badan Aksesbilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Bakti Kominfo terjerat kasus korupsi.
Direktur Utama Bakti, Anang Achmad Latif (AAL), ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI dalam kasus dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastuktur pendukung paket 1,2,3,4 dan 5 Bakti Kominfo Tahun 2020-2022.
Melansir laman resminya, Bakti berdiri sejak 2006. Semula organisasi ini bernama Balai Telekomunikasi dan Informatika Pedesaan (BTIP) sesuai nomenklatur yang ditetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 35/PER/M.Kominfo/11/2006.
Seiring dengan pesatnya perkembangan di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan tuntutan akan ketersediaan layanan TIK di seluruh lapisan masyarakat, BTIP bertransformasi menjadi Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) pada tanggal 19 November 2010.
Badan Layanan Umum BP3TI awalnya merupakan unit eselon yang akhirnya berubah menjadi unit pelaksana teknis non eselon dengan tujuan meningkatkan fleksibilitas, efektivitas, dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsinya yang menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) di Kementerian Kominfo pada tahun 2017.
Sejak Agustus 2017, Menteri Komunikasi dan Informatika mencanangkan nama baru bagi BP3TI menjadi Bakti. Perubahan nama menjadi Bakti untuk mempermudah publikasi dan branding instansi.
Anang Latif sendiri menjabat sebagai direktur utama Bakti sejak Juni 2016, dan dilantik kembali pada 20 Agustus 2018 dengan nomenklatur baru yakni Direktur Utama BAKTI atau setara dengan eselon I di kementerian.
Sebelum di BAKTI, Anang telah lebih dulu adalah seorang PNS (Pegawai Negeri Sipil) di bidang telekomunikasi dan penyiaran Kementerian Komunikasi dan Informatika.
BAKTI memiliki empat layanan yang bertujuan menyediakan akses internet ke seluruh Indonesia yaitu Layanan Akses Internet, Penyediaan BTS, Palapa Ring dan Satelit Multifungsi.
Semua layanan tersebut berfokus di wilayah yang sulit mengakses layanan internet dan telekomunikasi yang disebut sebagai wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal).
Layanan akses internet digelar menggunakan dana USO (universal service obligation) atau kewajiban pelayanan universal yang dikumpulkan dari perusahaan telekomunikasi dan internet.
BAKTI menyediakan anggaran untuk mengadakan dan mengelola perangkat akses internet, biasanya berbentuk terminal bumi (vSAT) yang tersambung ke satelit penyedia internet di lokasi publik seperti sekolah, puskesmas, kantor pemerintahan, hingga balai desa.
Proyek kedua, yang juga menggunakan dana USO, adalah penyediaan BTS di wilayah yang belum terjangkau oleh layanan telekomunikasi. Biasanya, BAKTI menyediakan lokasi yang kemudian digunakan oleh operator seluler untuk membangun menara BTS serta infrastruktur penunjangnya.
BAKTI juga terlibat dalam proyek kerja sama pemerintah badan usaha (KPBU) untuk membangun Palapa Ring. Proyek Palapa Ring ini berbentuk jaringan kabel optik backbone, berbentuk kabel laut hingga gelombang mikro di area yang belum terjangkau kabel optik milik swasta.
Proyek keempat juga merupakan proyek KPBU. Bakti memimpin pengadaan satelit multifungsi milik pemerintah yang dinamakan Satria. Tujuang pengadaan Satria adalah menghilangkan ketergantungan proyek akses internet BAKTI terhadap satelit milik swasta. (Edi)