Warga Negara Iran Ditersangkakan KDRT Tanpa Penasehat Hukum, Lapor Propam Dan Kedutaan Kirim Surat Ke Kapolri

Henri Kusuma SH MH dari Law Firm Mastermind & Associates. (Ist)

Jakarta, Dekannews - Seorang warga negara Iran Mr Nasser Balochi, merasa diperlalukan tidak adil, saat diproses hukum dan dijadikan tersangka kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), di Polres Indramayu, Jawa Barat. Hak yang bersangkutan untuk didampingi kuasa hukum, serta tidak ada pemberitahuan dari pihak Polres Indramayu kepada Kedutaan Besar Iran mengenai ada warga negaranya yang berperkara, hingga persoalan bukti visum yang dinilai tidak transparan, membuat Mr Nasser Balochi merasa tidak mendapatkan hak-haknya secara benar. 

Dalam keterangan resminya, kuasa hukum Nasser Balochi, Henri Kusuma SH MH dari Law Firm Mastermind & Associates, menerangkan kronologis peristiwa tersebut.

Awalnya dia mengaku melakukan pertemuan pertama dengan klien pada tanggal 9 September 2022 di Jakarta. Klien menceritakan bahwa dirinya dilaporkan oleh istri sah nya ke kepolisian Resort Indramayu atas dugaan KDRT dengan nomor LP/B/143/2022/SPKT/Polres Indramayu. saat itu sudah diperiksa sebagai saksi, artinya sudah tahap penyidikan.

"Saya bertanya, apakah selama proses penyelidikan dan penyidikan didampingi oleh penasihat hukum dan Juru Bahasa? Klien menyatakan tidak pernah. Dan saya menanyakan apakah diberikan penasihat hukum yang disediakan oleh penyidik?jawab klien tidak pernah, serta saya menanyakan apakah bapak bisa membaca tulisan berbahasa Indonesia?dijawab tidak bisa. penyidik hanya mengatakan bahwa kasus ini masalah sepele," ujar Henri Kusuma, selaku kuasa hukum mencontohkan ucapan kliennya. 

Atas keterangan itu, menurut Henri Kusuma, pihaknya tanggal 11 September 2022 (revisi pada surat tertulis 24/8/22) mengirimkan klarifikasi kepada KaPolres Indramayu mengenai penanganan perkara klien yang tidak didampingi penasihat hukum, dan juru bahasa. "Saat itu juga saya menemui penyidik Bripka Jamal selaku penyidik pada Laporan Polisi dimaksud yang mengatakan bahwa prosesnya sudah menjadi tersangka," lanjutnya.

Tanggal 19 September 2022 datang panggilan pertama sebagai Tersangka untuk di periksa tanggal 21 September 2022 , karena klien merasa sakit, pemeriksaan ditunda 1 minggu.

"Tanggal 30 Oktober 2022 kami bersama klien mendatangi Polres Indramayu dan sebelum pemeriksaan, kami menanyakan kembali apa yang menjadi dasar penetapan tersangka dan meminta ditunjukan visum yang menjadi dasar kuat Pelaporan," ujar Henri Kusuma.

"Namun Penyidik enggan menunjukkan bukti visum sehingga patut diduga proses penyelidikan dan penyidikan tidak transparan dengan banyak kejanggalan," imbuhnya.

Kejanggalan tersebut, Henri membeberkan, pertama, tidak Didampingi Penasihat Hukum padahal ancaman Pidana 5 tahun sebagaimana tertuang dalam pasal 54 KUHAP. "Klien kami buta hukum perundangan Republik Indonesia serta tidak mengerti bahasa Indonesia Jika berbicara bisa, belum tentu membaca bisa sementara dalam pemeriksaan lebih banyak kaitannya dengan tekstual ini guna memastikan apa yang diucapkan sesuai dengan apa yang ditulis oleh penyidik. Apa yang terjadi jika ucapan berbeda dengan yang ditulis di BAP?" kata dia.

"Kedua, Visum yang tidak ditunjukkan, berdasarkan penelusuran kami ke RS Al Irsyad Anjatan Indramayu, betul Pelapor mengajukan pemeriksaan visum sekitar tanggal 1 April 2022, namun hasil dari pemeriksaan tersebut hanyalah luka pada bagian betis sebelah kanan. Bisa saja luka bukan diakibatkan oleh klien sementara BAP penyidik menyatakan luka ada di kepala," sambungnya.

 Henri menuturkan pada tanggal 30 Oktober 2022, ketika pihaknya mendampingi kliennya itu untuk diperiksa sebagai tersangka, dan langsung ditahan.

"Kami melaporkan kejadian yang menimpa klien kami kepada Kedutaan Iran dan kedutaan iran dengan sigap mengirim surat kepada Kapolri yang intinya berisi, Kedutaan Besar Republik Islam Iran tidak pernah diberitahukan akan penahanan warga iran tersebut dan memohon kepada Bapak Kapolri.

"Mengevaluasi proses penyidikan terhadap Laporan Polisi dimaksud serta mempertimbangkan penahanan warganya, karena warga iran tersebut masuk ke Indonesia degan itikad baik, menikah dengan WNI cara baik, membawa harta nya ke Indonesia dll," paparnya.

Dengan kejanggalan yang ada, pihaknya berharap Kepolisian tidak memaksakan proses penyidikan, dan demi hukum membebaskan kliennya.

Selain itu, dia menyatakan Berita Acara Pemeriksaan yang menjadi dasar Penetapan Tersangka, dimana tidak didampingi Penasihat Hukum dan Juru Bahasa, menjadi Batal Demi Hukum karena tidak sesuai dengan pasal 54 dan 56 dimana Tersangka wajib didampingi Penasihat Hukum di setiap tahap pemeriksaan. Selain itu mengingat Kliennya adalah WNA (iran) maka Penyidik seharusnya meminta kepada Kedutaan Iran untuk mendampingi kliennya itu selaku juru bahasa.

"Kami sudah melaporkan ke Propam Mabes Polri dan meminta gelar perkara di Polda Jabar tapi tidak ada tindak lanjutnya. Kami meminta Kapolri turun tangan karena patut diduga ada pelanggaran ham dalam proses penyelidikan dan penyidikan serta dalam proses penahanan, dan menindak petugas apabila diketahui menyalahi prosedur dan berpihak kepada Pelapor” tandasnya. (Zat)