Larangan Merokok di Tempat Hiburan Picu Protes, Pakar Hukum : Memperburuk Ekonomi Jakarta

Jakarta, Dekannews - Rencana DPRD DKI Jakarta mengusulkan larangan merokok di tempat hiburan malam dalam Ranperda (Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) kawasan tanpa merokok mengundang pro dan kontra di masyarakat.
Pakar Hukum Tata Negara Tom Pasaribu, menilai kebijakan ini tidak memiliki urgensi yang jelas dan justru berpotensi memperparah perekonomian Jakarta, khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor hiburan malam.
"Urgensinya pasal itu apa? Soal rokok kan sudah diatur dalam 10 poin sebelumnya. Itu pun dibuat dari zaman Gubernur Sutiyoso. Tapi banyak yang tidak menjalankan secara konsisten, hingga akhirnya aturan itu diikuti secara masif," ujar Tom kepada wartawan, Senin 6 Oktober 2025.
Ia menyoroti bahwa larangan merokok di tempat hiburan malam justru tidak realistis dan tidak sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. "Di negara manapun, dunia malam itu identik dengan rokok. Bahkan di Singapura dan Hong Kong, ada zona-zona khusus untuk merokok sambil jalan. Itu ada, nyata," lanjutnya.
Menurut Tom, jika DPRD bersikukuh mendorong larangan ini, maka harus ada jaminan yang jelas bahwa kebijakan tersebut tidak akan menurunkan PAD. "Sekarang dari pemerintah pusat saja dana berkurang, apa tanggung jawab DPRD nanti ketika APBD DKI ikut terdampak? Harus ada hitam di atas putih, jangan asal buat aturan demi kepentingan sesaat," tegasnya.
Ia juga menyinggung bahwa narasi kesehatan sebagai alasan utama kebijakan ini perlu dikaji ulang. "Kalau dibilang demi kesehatan, saya lihat sekarang yang ke dunia malam itu justru orang-orang yang sehat-sehat saja. Bahkan di luar negeri, mereka merokok sigar, yang jauh lebih mahal. Hati-hati bikin kebijakan," sambung Tom.
Tom menilai bahwa polusi udara di Jakarta lebih banyak disebabkan oleh emisi kendaraan dan industri, bukan dari rokok. "Yang bikin polusi itu bukan rokok, tapi mobil, pabrik, dan bus-bus tua. Kalau serius, ya perbaiki solarnya. Pertamina yang harus dibenahi. Jangan masyarakat yang dikibuli," tegasnya.
Menutup pernyataannya, Tom menyarankan agar jika draft usulan larangan merokok di dunia malam benar-benar diajukan ke Bapemperda, maka harus ada kajian dampak ekonomi yang matang dan komitmen dari DPRD terhadap konsekuensi yang mungkin timbul.
"Kalau usulan itu disahkan, DPRD harus bertanggung jawab dengan membuat secara dengan perjanjian hitam diatas putih bahwa PAD tidak akan turun, dan tidak akan ada jeritan dari pelaku usaha hiburan malam," pungkasnya.
Untuk diketahui, Panitia Khusus atau Pansus KTR DPRD DKI Jakarta telah melakukan pembahasan Ranperda KTR. Bahkan finalisasi 26 pasal terdiri dari 9 bab Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) telah rampung.
Selanjutnya, penyerahan draf tersebut ke pimpinan DPRD dan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda). Kemudian, finalisasi oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). (Zat)