Ketegangan Prabowo–Jokowi, Siapa Pencipta, Siapa Bertanggung Jawab?

Pengamat politik Tomu Augustinus Pasaribu

Jakarta, Dekannews – Pertarungan politik antara Presiden Prabowo Subianto dan mantan Presiden Joko Widodo dinilai semakin memanas. Genderang perang disebut sudah tujuh kali ditabuh oleh kubu Prabowo, meski sebagian kalangan menilai konfrontasi ini justru memperkeruh suasana politik nasional.

Pengamat politik Tomu Augustinus Pasaribu menilai, kekuatan politik dan loyalitas di belakang Joko Widodo masih jauh lebih solid dibanding kubu Prabowo. “Loyalis Jokowi tetap setia mendukung, bahkan setelah beliau tidak lagi menjabat presiden. Sementara loyalis Prabowo lebih condong pada kepentingan jabatan dan kekuasaan,” kata Tom di Jakarta, Senin (15/9/2025).

Kelemahan itu terlihat dalam aksi demonstrasi 25 dan 28 Agustus 2025 lalu. Menurut Tomu, tidak ada loyalis Prabowo yang mampu meredam aksi yang berujung ricuh dan penjarahan. Situasi tersebut dinilai mempermalukan pemerintah, terlebih di saat Presiden Prabowo tengah memberikan bintang jasa kepada para pendukungnya.

Di sisi lain, kubu Joko Widodo dinilai berhasil mengalihkan perhatian publik dengan mengangkat isu gagalnya pengesahan RUU Perampasan Aset di DPR. Strategi ini disebut efektif menggiring opini bahwa persoalan besar bangsa ada di tangan pemerintahan saat ini.

Lebih jauh, Tomu menyoroti isu lama yang berpotensi kembali dimunculkan, yakni dugaan pelanggaran HAM 1998 dan keterlibatan Tim Mawar yang kini berada dalam lingkaran kekuasaan Prabowo. Isu ini dinilai bisa menjadi senjata politik bagi kubu Jokowi.

Meski Jokowi juga sempat diterpa berbagai isu mulai dari dugaan ijazah palsu, proyek IKN, mobil Esemka, kereta cepat, hingga kasus Pulau Rempang dan food estate, loyalitas para pendukungnya disebut mampu membuatnya selalu lolos dari jeratan hukum.

“Jika terjadi pertarungan terbuka, kemungkinan besar dimenangkan oleh kelompok Jokowi. Bahkan, ada peluang lahirnya pemerintahan transisi yang dipimpin oleh Gibran,” kata Tomu.

Ia menilai cita-cita politik Prabowo hingga 2034 bisa kandas bila strategi yang dijalankan tidak berubah. “Pertarungan ini berisiko besar mengorbankan rakyat, padahal dalam kehidupan berbangsa kita harus berpegang pada hukum Tuhan, hukum alam semesta, dan hukum antar manusia,” pesannya.

Tomu menutup pandangannya dengan menyebut, bila rakyat tidak ikut terjebak dalam pertarungan elit, maka mereka bisa mengambil kendali untuk melahirkan rezim baru. (Zat)