Apakah Dominasi PNS dari BPK dan BPKP dalam Posisi Pejabat Penting Berpotensi Menimbulkan Kecemburuan dan Konflik Internal di Pemprov DKI?!

Foto-INT/IST (Pemprov DKI Jakarta)

PENEMPATAN dominan mantan PNS BPK dan BPKP ini kemungkinan tidak terlepas dari kecemburuan dan potensi konflik internal di Pemprov DKI Jakarta. Boleh jadi ada kekhawatiran bahwa hal ini dapat menimbulkan perasaan kurang dihargai dan diakui di kalangan PNS dari institusi lain, termasuk lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) atau Pamong Praja

Oleh : Sugiyanto (SGY)
Aktivis Senior Jakarta

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta saat ini menunjukkan kecenderungan kuat untuk menempatkan mantan pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada posisi penting atau strategis di lingkungan pemerintahan. 

Kebijakan ini telah menarik perhatian, terutama setelah beberapa pejabat penting dari latar belakang tersebut diangkat oleh Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono.

Salah satu contoh adalah Joko Agus Setyono, pernah menjabat sebagai Kepala Sub Auditoriat DKI Jakarta I di BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta. Joko Agus juga pernah menjabat sebagai Kepala Perwakilan BPK Provinsi Bali. Dia kemudian mengikuti seleksi terbuka untuk posisi Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta. 

Nama Joko diajukan oleh Pejabat (Pj) Gubernur Heru Budi kepada Menteri Dalam Negeri untuk direkomendasikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), bersama dengan dua nama lainnya, yaitu Kepala BPKD DKI Jakarta Michael Rolandi Cesnanta Brata dan Wali Kota Jakarta Pusat Dhany Sukma.

Saat ini, Joko Agus Setyono menjabat sebagai Sekda DKI Jakarta. Dengan posisi ini, Joko memiliki peran penting dalam menentukan berbagai kebijakan yang mendukung Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.

Kemudian ada Lusiana Herawati, yang juga merupakan PNS yang pernah berkarir di BPK. Lusi Herawati memulai karirnya di Badan Pemeriksa Keuangan RI pada tahun 1989 hingga 2015. Pada periode 2015-2020, ia bergabung dengan Pemprov DKI Jakarta sebagai Kepala Bidang Pembinaan Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi DKI Jakarta.

Pada tanggal 13 Oktober 2021, di Gedung Balairung Balaikota DKI Jakarta, Lusiana Herawati dilantik oleh mantan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta. Sebelum menjabat sebagai di Bappeda,
Lusi menjabat sebagai Wakil Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi DKI sejak tahun 2020. 

Kemudian, pada tanggal 31 Maret 2023, Pejabat (Pj) Gubernur Heru Budi melantik dan mengukuhkan kembali Lusiana Herawati sebagai Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta.

Selain hal tersebut, berdasarkan situs web Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPAD) Provinsi DKI Jakarta, pemerintahan Pj Gubernur Heru Budi juga menugaskan Lusiana untuk merangkap jabatan sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPAD yang dilantik pada 28 Maret 2023. Selain itu, menurut situs web PT Jakarta Propertindo (PT. Jakpro), Lusi juga menjabat sebagai Komisaris di PT. Jakpro.

Lalu ada Syaefuloh Hidayat, yang sebelumnya juga berkarir di BPK. Saat ini, Syaefuloh Hidayat menjabat sebagai Inspektur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pada tahu  2019, ia pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Dinas pada Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta. Sebelumnya, pada tahun 2018, Syaefuloh pernah menjabat sebagai Kepala Bidang Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas pada Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta. 

Pada 9 Oktober 2020 hingga 9 Januari 2021, (Era mantan Gubernur Anies Baswedan) Syaefuloh Hidayat ditugaskan sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Inspektorat Provinsi DKI Jakarta. Lalu, Syaefuloh menjadi pejabat definitif sebagai Kepala Inspektorat Provinsi DKI Jakarta. Kemudian, Pada tanggal 31 Maret 2023, Pejabat (Pj) Gubernur Heru Budi melantik dan mengukuhkan kembali Syaefuloh Hidayat sebagai Kepala Inspektorat Provinsi DKI Jakarta.
 
Selanjutnya ada Michael Rolandi Cesnanta Brata, yang telah berkarir sejak tahun 1990 di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di berbagai provinsi di Indonesia. Pada tanggal 10 November 2022, Pejabat (Pj) Gubernur Heru Budi menunjuk dan melantik Michael Rolandi Cesnanta Brata sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Provinsi DKI Jakarta. 

Sebelumnya, Michael Ronaldi pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah (BPKAD) Jakarta sejak tahun 2015. Dia juga pernah bekerja bersama Heru Budi Hartono saat Heru menjabat sebagai Kepala BPKAD. Kemudian, Michael menggantikan Heru sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPKAD pada Juli 2017, setelah Heru ditunjuk sebagai Kepala Sekretariat Presiden oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

Karier Michael di Pemprov DKI Jakarta kemudian berlanjut. Mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan menunjuknya sebagai Kepala Inspektur Jakarta, lalu pada oktober 2020 dia kembali berkiprah di BPKP. Kemudian Anies Baswedan menunjuk mantan Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI, Syaefuloh Hidayat, sebagai pengganti Michael di Inspektorat Provinsi DKI Jakarta.

Selain jabatan-jabatan tersebut, berdasarkan situs web Bank DKI Jakarta, saat ini Michael Rolandi juga menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris di Bank DKI Jakarta. Pengangkatan Michael sebagai komisaris perseroan ini berdasarkan keputusan pemegang saham di luar rapat umum pada 14 Desember 2022, yang dilakukan selama masa kepemimpinan Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono. Sebagaimana diketahui, Heru Budi dilantik sebagai Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta pada pada tanggal 17 Oktober 2022.
 
Namun demikian, penempatan dominan mantan PNS BPK dan BPKP ini kemungkinan tidak terlepas dari kecemburuan dan potensi konflik internal di Pemprov DKI Jakarta. Boleh jadi ada kekhawatiran bahwa hal ini dapat menimbulkan perasaan kurang dihargai dan diakui di kalangan PNS dari institusi lain, termasuk lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) atau Pamong Praja. Lulusan IPDN, yang tradisionalnya dilatih untuk menduduki posisi strategis di pemerintahan daerah, mungkin saja merasa bahwa kehadiran mereka terpinggirkan.

Dominasi seperti ini juga kemungkinan juga dapat memunculkan kelompok-kelompok yang saling mendukung di dalam struktur pemerintahan, yang berpotensi memperburuk ketidakpuasan dan ketidakpercayaan di antara pejabat Pemprov DKI Jakarta. Konflik semacam ini, jika terjadi dan tidak ditangani dengan bijaksana, dapat mengganggu harmoni dan kinerja keseluruhan pemerintahan daerah.

Dengan posisi strategis yang diisi oleh PNS tersebut, mungkin muncul sindiran negatif di masyarakat. Masyarakat mungkin berpendapat bahwa Pemprov DKI Jakarta didominasi oleh PNS yang sebelumnya berkarir di BPK dan BPKP. 

Semua hal ini mungkin saja dapat dianggap terjadi karena mulai dari posisi tertinggi seperti Sekretaris Daerah DKI Jakarta, hingga jabatan kunci seperti penerimaan uang rakyat (Bapenda), pengelolaan uang rakyat (BPKD), pengelolaan aset DKI Jakarta (BPAD), dan pengawasan seluruh PNS di Pemprov DKI Jakarta (Inspektorat), semuanya telah didominasi oleh mereka. 

Atas hal tersebut, kemungkinan juga dapat memunculkan kekhawatiran serius baik di kalangan PNS di lingkup Pemprov DKI Jakarta, maupun masyarakat!

Dalam konteks ini, meskipun penting untuk menguatkan tata kelola pemerintahan melalui penempatan pejabat yang memiliki latar belakang kuat di bidang pengawasan dan keuangan. Akan tetapi, Pemprov DKI Jakarta juga harus mempertimbangkan keseimbangan yang tepat dalam struktur kepengurusan.

Memberikan ruang bagi kontribusi PNS dari berbagai institusi pemerintah, termasuk lulusan IPDN, adalah kunci untuk mencapai keseimbangan yang harmonis dan meningkatkan kinerja Pemprov DKI Jakarta. Oleh karena itu, Pemprov DKI Jakarta dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta penting untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kecemburuan antar pejabat serta mencegah potensi konflik Internal di Pemprov DKI Jakarta.